Otoritas
Jasa Keuangan (OJK)
Otoritas
Jasa Keuangan atau lebih dikenal dengan istilah OJK, adalah sebuah lembaga
pengawasan jasa keuangan yang independen dan mengawasi industri perbankan,
pasar modal, reksadana, perusahaan pembiayaan, dana pensiun dan asuransi.
Tujuan dibentuknya OJK yaitu untuk mengatasi kompleksitas keuangan global dari
ancaman krisis, menghilangkan penyalahgunaan kekuasaan, dan mencari efisiensi
di sektor perbankan dan keuangan lainnya.
Keberadaan
Otoritas Jasa Keuangan (Otoritas Jasa Keuangan) sebagai suatu lembaga
pengawasan sektor keuangan di Indonesia yg perlu diperhatikan, karena ini harus
dipersiapkan dengan baik segala hal untuk mendukung keberadaan Otoritas Jasa
Keuangan tersebut
. Pada dasarnya OJK mempunyai fungsi dan tujuan dalam
pembentukannya, seperti yang sudah dijelaskan dalam pengertian OJK sendiri.
Fungsi
Otoritas Jasa Keuangan:
- Mengawasi
aturan main yang sudah dijalankan dari forum stabilitas keuangan.
- Menjaga
stabilitas sistem keuangan.
- Melakukan
pengawasan non-bank dalam struktur yg sama seperti sekarang.
- Pengawasan
bank keluar dari otoritas BI sebagai bank sentral dan dipegang oleh
lembaga baru.
Tujuan Dalam
Pembentukan Otoritas Jasa Keuangan:
- Untuk
mencapainya, BI dalam melaksanakan kebijakan moneter secara berkelanjutan,
konsisten, dan transparan dgn mempertimbangkan kebijakan umum pemerintah
di bidang perekonomian.
- Mengatasi
kompleksitas keuangan global dari ancaman krisis.
- Menciptakan
satu otoritas yang lebih kuat dengan memiliki sumber daya manusia dan ahli
yang mencukupi.
Tentang
Otoritas Jasa Keuangan
Sebagaimana
diketahui bahwa krisis yang melanda di tahun 1998 telah membuat sistem keuangan
Indonesia porak poranda. Sejak itu maka lahirlah kesepakatan untuk membentuk
Otoritas Jasa Keuangan yang menurut undang-undang tersebut harus terbentuk pada
tahun 2002. Meskipun Otoritas Jasa Keuangan dibidani berdasarkan kesepakatan
dan diamanatkan oleh UU, nyatanya sampai dengan 2002 draft pembentukan Otoritas
Jasa Keuangan belum ada, sampai akhirnya UU No 23/1999 tentang Bank Indonesia
(BI) tersebut direvisi, menjadi UU No 24 2004 yang menyatakan tugas BI adalah
mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah.
Kemudian
pada tanggal 27 Oktober 2011, RUU Otoritas Jasa Keuangan disahkan oleh
DPR, dan selanjutnya Pemerintah mensahkan dan mengundangkan Undang-Undang Nomor 21
Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan dalam Lembaran Negara Republik pada tanggal 22 November 2011. Berikut
merupakan ringkasan dari isi Undang Undang Nomor 21 Tahun 2011.
Otoritas
Jasa Keuangan, yang selanjutnya disingkat OJK, adalah lembaga yang independen
dan bebas dari campur tangan pihak lain, yang mempunyai fungsi, tugas, dan
wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikan sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang ini.
OJK
berkedudukan di ibu kota Negara Kesatuan Republik Indonesia dan berfungsi
menyelenggarakan sistem pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi terhadap
keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan.
OJK
melaksanakan tugas pengaturan dan pengawasan terhadap:
- Kegiatan
jasa keuangan di sektor Perbankan;
- Kegiatan
jasa keuangan di sektor Pasar Modal; dan
- Kegiatan
jasa keuangan di sektor Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan,
dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya.
Untuk
melaksanakan tugas pengaturan dan pengawasan di sektor Perbankan OJK mempunyai
wewenang:
1.
Pengaturan dan pengawasan mengenai kelembagaan bank yang meliputi:
- Perizinan
untuk pendirian bank, pembukaan kantor bank, anggaran dasar, rencana
kerja, kepemilikan, kepengurusan dan sumber daya manusia, merger,
konsolidasi dan akuisisi bank, serta pencabutan izin usaha bank; dan
- Kegiatan
usaha bank, antara lain sumber dana, penyediaan dana, produk hibridasi,
dan aktivitas di bidang jasa;
2.
Pengaturan dan pengawasan mengenai kesehatan bank yang meliputi:
- Likuiditas,
rentabilitas, solvabilitas, kualitas aset, rasio kecukupan modal minimum,
batas maksimum pemberian kredit, rasio pinjaman terhadap simpanan, dan
pencadangan bank;
- Laporan
bank yang terkait dengan kesehatan dan kinerja bank;
- Sistem
informasi debitur;
- Pengujian
kredit (credit testing); dan
- Standar
akuntansi bank;
3.
Pengaturan dan pengawasan mengenai aspek kehati-hatian bank, meliputi:
- Manajemen
risiko;
- Tata
kelola bank;
- Prinsip
mengenal nasabah dan anti pencucian uang; dan
- Pencegahan
pembiayaan terorisme dan kejahatan perbankan; dan
4.
Pemeriksaan bank.
Untuk
melaksanakan tugas pengaturan, OJK mempunyai wewenang:
- Menetapkan
peraturan pelaksanaan Undang-Undang ini;
- Menetapkan
peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan;
- Menetapkan
peraturan dan keputusan OJK;
- Menetapkan
peraturan mengenai pengawasan di sektor jasa keuangan;
- Menetapkan
kebijakan mengenai pelaksanaan tugas OJK;
- Menetapkan
peraturan mengenai tata cara penetapan perintah tertulis terhadap Lembaga
Jasa Keuangan dan pihak tertentu;
- Menetapkan
peraturan mengenai tata cara penetapan pengelola statuter pada Lembaga
Jasa Keuangan;
- Menetapkan
struktur organisasi dan infrastruktur, serta mengelola, memelihara, dan
menatausahakan kekayaan dan kewajiban; dan
- Menetapkan
peraturan mengenai tata cara pengenaan sanksi sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan.
Untuk
melaksanakan tugas pengawasan OJK mempunyai wewenang:
- Menetapkan
kebijakan operasional pengawasan terhadap kegiatan jasa keuangan;
- Mengawasi
pelaksanaan tugas pengawasan yang dilaksanakan oleh Kepala Eksekutif;
- Melakukan
pengawasan, pemeriksaan, penyidikan, perlindungan Konsumen, dan tindakan
lain terhadap Lembaga Jasa Keuangan, pelaku, dan/atau penunjang kegiatan
jasa keuangan sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan di
sektor jasa keuangan;
- Memberikan
perintah tertulis kepada Lembaga Jasa Keuangan dan/atau pihak tertentu;
- Melakukan
penunjukan pengelola statuter;
- Menetapkan
penggunaan pengelola statuter;
- Menetapkan
sanksi administratif terhadap pihak yang melakukan pelanggaran terhadap
peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan; dan
- Memberikan
dan/atau mencabut:
1. Izin
usaha;
2. Izin
orang perseorangan;
3.
Efektifnya pernyataan pendaftaran;
4. Surat
tanda terdaftar;
5.
Persetujuan melakukan kegiatan usaha;
6.
Pengesahan;
7.
Persetujuan atau penetapan pembubaran; dan
8. penetapan
lain,
Sebagaimana
dimaksud dalam peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan.
DEWAN KOMISIONER
OJK dipimpin oleh Dewan Komisioner yang bersifat kolektif dan kolegial. Dewan
Komisioner ditetapkan dengan Keputusan Presiden dan beranggotakan 9 (sembilan)
orang anggota yang susunan terdiri atas:
- Seorang
Ketua merangkap anggota;
- Seorang
Wakil Ketua sebagai Ketua Komite Etik merangkap anggota;
- Seorang
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan merangkap anggota;
- Seorang
Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal merangkap anggota;
- Seorang
Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan,
dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya merangkap anggota;
- Seorang
Ketua Dewan Audit merangkap anggota;
- Seorang
anggota yang membidangi edukasi dan perlindungan Konsumen;
- Seorang
anggota Ex-officio dari Bank Indonesia yang merupakan anggota Dewan
Gubernur Bank Indonesia; dan
- Seorang
anggota Ex-officio dari Kementerian Keuangan yang merupakan pejabat
setingkat eselon I Kementerian Keuangan.
Anggota
Dewan Komisioner dari huruf a sampai dengan huruf g dipilih oleh Dewan
Perwakilan Rakyat berdasarkan calon anggota yang diusulkan oleh Presiden
PERLINDUNGAN
KONSUMEN DAN MASYARAKAT
Untuk
perlindungan Konsumen dan masyarakat, OJK berwenang melakukan tindakan
pencegahan kerugian Konsumen dan masyarakat, yang meliputi:
- Memberikan
informasi dan edukasi kepada masyarakat atas karakteristik sektor jasa
keuangan, layanan, dan produknya;
- Meminta
Lembaga Jasa Keuangan untuk menghentikan kegiatannya apabila kegiatan
tersebut berpotensi merugikan masyarakat; dan
- Tindakan
lain yang dianggap perlu sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan di sektor jasa keuangan.
HUBUNGAN
KELEMBAGAAN
Dalam
melaksanakan tugasnya, OJK berkoordinasi dengan Bank Indonesia dalam membuat
peraturan pengawasan di bidang Perbankan antara lain:
- Kewajiban
pemenuhan modal minimum bank;
- Sistem
informasi perbankan yang terpadu;
- Kebijakan
penerimaan dana dari luar negeri, penerimaan dana valuta asing, dan
pinjaman komersial luar negeri;
- Produk
perbankan, transaksi derivatif, kegiatan usaha bank lainnya;
- Penentuan
institusi bank yang masuk kategori systemically important bank; dan
- data
lain yang dikecualikan dari ketentuan tentang kerahasiaan informasi.
Untuk
menjaga stabilitas sistem keuangan, dibentuk Forum Koordinasi Stabilitas Sistem
Keuangan dengan anggota terdiri atas:
- Menteri
Keuangan selaku anggota merangkap koordinator;
- Gubernur
Bank Indonesia selaku anggota;
- Ketua
Dewan Komisioner OJK selaku anggota; dan
- Ketua
Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan selaku anggota.
KETENTUAN
PERALIHAN
Sejak tanggal 31 Desember 2012, fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan dan pengawasan kegiatan jasa keuangan di sektor Pasar Modal, Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya beralih dari Menteri Keuangan dan Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan ke OJK.
Sejak tanggal 31 Desember 2012, fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan dan pengawasan kegiatan jasa keuangan di sektor Pasar Modal, Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya beralih dari Menteri Keuangan dan Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan ke OJK.
Sejak
tanggal 31 Desember 2013, fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan dan pengawasan
kegiatan jasa keuangan di sektor Perbankan beralih dari Bank Indonesia ke OJK.
Pada saat
Undang-Undang ini mulai berlaku:
- Undang-Undang
Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1992 Nomor 13, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3467) dan peraturan pelaksanaannya;
- Undang-Undang
Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1992 Nomor 31, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
3472) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998
tentang Perubahan Atas Undang-Undang Tahun 1992 Nomor 7 tentang Perbankan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 182, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3790) dan peraturan
pelaksanaannya;
- Undang-Undang
Nomor 11 Tahun 1992 tentang Dana Pensiun (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1992 Nomor 37, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3477) dan peraturan pelaksanaannya;
- Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1995 Nomor 64, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
3608) dan peraturan pelaksanaannya;
- Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia sebagaimana telah beberapa kali
diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2009 tentang Penetapan
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang
Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank
Indonesia menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2009 Nomor 7, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4962) dan
peraturan pelaksanaannya;
- Undang-Undang
Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2008 Nomor 94, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4867) dan peraturan pelaksanaannya; dan
- peraturan
perundang-undangan lainnya di sektor jasa keuangan.
BANK SENTRAL
Fungsi bank sentral
1. Mencetak
dan mengedarkan uang kertas/uang logam
Pemerintah
memberi kekuasaan kepada bank sentral untuk mencetak uang, tugas ini dilakukan
dalam rangka menjamin tersedianya uang kas yang cukup serta lalu lintas
pembayaran yang efisien.
2. Sebagai
pemegang kas dan penasihat keuangan pemerintah
Bank sentral
menyimpan uang milik pemerintah dan bank sentral membantu memperlancar kegiatan
keuangan pemerintah dengan cara membantu dalam hal penerimaan dan
pembayarannya.
3. Memelihara
cadangan bank-bank umum
Hal ini
bertujuan untuk mengatur volume uang beredar serta mempermudah proses
pembayaran dengan sistem clearing.
Tujuan Bank Sentral :
A. Tujuan
Bank Indonesia Dalam UU‐BI secara
tegas dinyatakan dalam Pasal 7 bahwa tujuan Bank Indonesia adalah mencapai dan
memelihara kestabilan nilai rupiah yang merupakan single objective Bank
Indonesia. Kestabilan nilai rupiah yang dimaksud adalah kestabilan nilai rupiah
terhadap barang dan jasa yang tercermin dari perkembangan laju inflasi serta
kestabilan terhadap mata uang negara lain yang tercermin pada perkembangan
nilai tukar rupiah terhadap mata uang negara lain. Perumusan tujuan Bank
Indonesia dalam bentuk single objective ini dimaksudkan untuk memperjelas
sasaran yang akan dicapai dan batasan tanggung jawab yang harus dipikul oleh
Bank Indonesia. Hal ini berbeda dengan tujuan Bank Indonesia dalam Undang‐undang Nomor 13 Tahun 1968 tentang Bank Sentral yang
dirumuskan secara umum yaitu “meningkatkan taraf hidup rakyat”.
B. Tugas
Bank Indonesia Dalam rangka mencapai tujuan untuk mencapai dan memelihara
kestabilan nilai rupiah, Bank Indonesia didukung oleh tiga pilar yang merupakan
3(tiga) bidang utama tugas Bank Indonesia yaitu: ‐ menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter, ‐ mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran, ‐ serta mengatur dan mengawasi bank.
Menurut UU
No. 10 tahun 1998, Sumber-sumber dana tersebut adalah :
- Dana
yang bersumber dari bank itu sendiri (Dana Pihak Ke-1) ; yaitu berupa
Setoran modal dari pemegang saham, Tambahan Modal Disetor, Cadangan-
Cadangan bank, Laba bank yang belum dibagi. Dana sendiri lazim disebut pula dengan dana
pihak kesatu yang berasal dari pemegang saham atau pemilik. Pada dasarnya
setiap bank akan selalu berusaha untuk meningkatkan jumlah dana sendiri,
selain untuk memenuhi kewajiban menyediakan modal minimum (CAR=Capital
Adequacy Ratio) juga untuk memperkuat kemampuan ekspansi dan
bersaing. Kemampuan setiap bank untuk meningkatkan modal akan tercermin
dari besarnya CAR bank tersebut. Hal ini merupakan salah satu ukuran
tingkat kemampuan dan kesehatan suatu bank, yang akhirnya akan
meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap suatu bank (baik di dalam
maupun di luar negeri). Perolehan dana dari sumber bank itu sendiri (modal
sendiri) maksudnya adalah dana yang diperoleh dari dana bank salah satu
jenis dana yang bersumber dari bank itu sendiri adalah
modal setor dari para pemegang saham. Dana sendiri adalah dana
yang berasal dari para pemegang saham bank atau pemilik saham. Sumber dana
ini merupakan sumber dana dari modal sendiri. Modal sendiri maksudnya adalah
modal setoran dari para pemegang sahamnya. Apabila saham dalam portepel
belum habis terjual, sedangkan kebutuhan dana masih perlu, maka
pencariannya dapat dilkukan dengan menjual saham kepada pemegang sahm
lama. Akan tetapi jika tujuan perusahaan untuk melakukan ekspansi, maka
perusahaan dapat mengeluarkan saham baru dan menjual saham baru tersebut
di pasar modal.
2. Dana yang bersumber dari lembaga lainnya (Dana Pihak
Ke-2) ; yaitu berupa, Kredit likuiditas dari Bank Indonesia, Pinjaman antar
bank (interbank call money), Repurchase Agreement , Fasilitas diskonto,
Pinjaman dari bank-bank luar negeri, Pinjaman dari Lembaga Keuangan Bukan Bank
(LKBB), Surat berharga pasar uang (SBPU), Obligasi (Bond) dan saham.
Untuk memperoleh dana dari masyarakat luas bank dapat menggunakan tiga macam
jenis simpanan (rekening). Masing-masing jenis simpanan memiliki keunggulan
tersendiri, sehingga bank harus pandai dalam menyiasati pemilihan sumber dana.
3. Dana yang berasal dari masyarakat (Dana Pihak Ke-3)
; yaitu berupa, Giro (demand deposit) yang
didalamnya terdapat simpanan pihak ketiga, penarikan dana dapat dilakukan
setiap saat melalui cek (Cek atas nama, Cek atas unjuk, Cek silang, Cek kosong)
dan bilyet giro, Tabungan (saving deposit), Simpanan
Depsito ( Deposito berjangka, Sertifikat Deposito, Deposito
on call ).
No comments:
Post a Comment