Sunday, 16 March 2014

Petualangan Masa SMA

Petualangan masa SMA
                Banyak orang bilang kalau masa terindah itu ketika masih bersekolah. Gue juga tidak tau apa yang membuat orang-orang beranggapan seperti itu. Namun, setelah gue menyelesaikan Sekolah Menengah Atas (SMA) dan kini menjadi mahasiswa, gue mulai tau dan mengerti kalau masa sekolah itu memang masa yang terindah. Di sekolah guru adalah sosok yang luar biasa, dia tetap memberi nasehat walau siswa/siswi itu bandel. Guru di sekolah juga rela mencari siswa/siswinya untuk memperbaiki nilai muridnya yang rendah supaya bisa naik kelas. Suasana ketika di kampus memang berbeda dengan di sekolah dulu. Disekolah gue bisa berjumpa dengan teman-teman yang berada di kelas lain setiap hari, kalau di kampus, gue hanya bisa bertemu sama teman di kelas lain hanya sekali bahkan bisa tidak pernah sama sekali, karena beda jadwal masuk kuliah, di kampus juga harus punya tanggung jawab diri sendiri karena dosen tidak akan mencari lo walau nilai lo sejelek apapun atau lebih jelek dari muka lo sendiri.

                Teman-teman gue ketika di SMA itu suka melakukan hal-hal yang ekstrem. Di suatu hari yang indah, gue dan teman-teman di jam istirahat biasa nongkrong di teras depan kelas. Biasanya gue dan teman-teman  habiskan jam istirahat dengan cara mengobrol-ngobrol, becanda-becanda, tertawa-tertawa sampai siswa/siswi lain malas untuk melintas didepan kelas gue, ibarat jagoan kampung gue dan teman-teman adalah jagoannya dan siswa/siswi lain adalah warga kampung yang lagi belanja di pasar. Hari itu, tiba-tiba saja kami semua bosan, sehingga Rizal mencoba mencari kegiatan yang bisa di lakukan untuk menghabiskan waktu istirahat ini.
                ‘bosen ni zal, gak tau apa yang mau dilakukan’ kata gue.
                ‘gue juga bosan, apa lagi harus ngelihat muka lo setiap hari’ kata Rizal.
                ‘zal, lo cari apa kek gitu yang bisa kita lakukan’ kata Arif. Saat itu gue nongkrong dengan teman-teman cowok di kelas gue.
                ‘kalau gitu kita makan aja yuk di kantin’ kata Putra.
                ‘lagi kagak ada uang ni Put, lo mau neraktir gue’ kata gue, tidak lama setelah itu datang lah Rio dari arah kantin.
                ‘wah, yang baru siap makan kelihatannya kenyang banget ni’ tanya gue sambil senyum-senyum.
                ‘so pasti, kalian semua pasti belum makan kan?’ tanya Rio dengan nada sombong.
                ‘lo tau dari mana kalau kami belum makan?’ tanya Arif.
                ‘dari muka kalian semua yang mirip dengan orang yang gak makan 1 minggu’ kata Rio sambil tertawa.  ‘ gila ni bocah, baru makan sehari aja dah sombong, gimana kalau dia makan setiap hari’ kata gue dalam hati. Saat itu juga Rio mengatakan kalau di samping kelas itu ada sarang tawon yang besar. Karena tidak ada yang percaya, gue dan teman-teman gue mencoba melihat, dan ternyata memang ada sarang tawon yang besar. Bagi orang biasa mungkin mereka akan menjauh ketika melihat sarang tawon yang besar. Namun, kami adalah siswa petualang yang suka dengan tantangan sehingga kami coba untuk melempar sarang tawon itu(tindakan bodoh, karena memang itu kumpulan orang-orang idiot). efek yang terjadi setelah kami melempar sarang tawon itu adalah hancurnya setengah dari sarang tersebut, sehingga membuat tawon-tawon penghuni sarang itu beterbangan dan bahkan mengejar kami. Gue kira hanya di filem-filem kartun saja yang memperlihatkan orang di kejar tawon/lebah, ternyata itu memang benar terjadi apa bila kita mengganggu serangga tersebut.
                ‘LARI...........’ teriak Rizal. Ibarat ada bom yang meledak seperti itu lah kami semua lari pontang panting menyelamatkan diri. cukup jauh kami melarikan diri dari kejaran tawon-tawon itu dan akhirnya selamat. Namun, sayangnya Wawan kurang lincah sehingga dia terpaksa menjadi korbat sengatan tawon. Ketika bel masuk berbunyi, gue dan teman-teman gue dengan kecepatan 20 km/jam langsung berlari menuju kedalam kelas.
                ‘gila lo zal, gue kira lo Cuma becanda mau lempar tu sarang tawon, ternyata beneran’ kata gue sambil mencoba menarik nafas dalam-dalam sedalam lautan(gaya lebay anal SMA).
                ‘ngapain pakai becanda-becanda, kita kan lagi suntuk tapi’ kata Rizal sambil tertawa. Pada waktu itu gue melihat Wawan hanya terdiam di tempat duduknya sambil mengelus-ngelus kepalanya.
                ‘kenapa lo wan?’ tanya gue sambil duduk di sebelahnya.
                ‘lo gak nunggu-nunggu gue, lihat ni kepala gue disengat sama tawon sialan’ jawab Wawan dengan nada kesakitan.
                ‘kata orang dulu wan, kalau tawon/lebah menyengat kepala lo, ada kemungkinan entar rambut lo kagak bisa tumbuh lagi’ kata gue sambil tertawa terbahak-bahak. Hari itu gue rasa cukup untuk melakukan hal yang ekstrem, tawon/lebah yang lagi marah itu seperti kumpulan peluru yang beterbangan yang siap mengenai siapa saja. Buktinya tidak ada siswa/siswi yang berani melintas di depan kelas gue. Gue kasihan ngelihat Wawan kesakitan karena kepalanya baru saja tersengat tawon, apa lagi ketika  jam pelajaran berlangsung kerjaannya hanya mengelus-elus kepalanya yang tersengat tawon itu.
                Sepulang sekolah, tawa akan kejadian tadi masih tersisa, sehingga di perjalanan menuju parkiran gue dan teman-teman masih terus tertawa mengingat apa yang sudah terjadi. Kalau orang lain melihat, kami ini mirip seperti kumpulan orang idiot yang tertawa tidak henti-henti.
                Keesokan harinya, gue bangun pagi setelah itu gue mengikuti saran yang ada di lagu anak-anak, seperti bangun tidur ku terus mandi, tidak lupa menggosok gigi habis mandi ya gue pakai baju dan langsung menuju sekolah, tapi tidak lupa salam tangan orangtua. Gue berangkat kesekolah itu bersama teman gue, jadi gue sempatkan untuk menjemputnya ,nama teman gue itu Riko.
                Sesampainya di sekolah, perasaan gue legah karena gue tidak telat datang. Sekolah gue keren karena ketika masuk ke dalam gerbang sekolah, murid SMA harus terlebih dahulu mengscan kartu pelajar supaya nama mereka terabsen di hari itu. waktu masuk kelas masih lama sehingga gue dan teman-teman sempat nongkrong di teras depan kelas lagi.
                ‘gimana kabar lo wan?’ tanya gue.
                ‘untung aja bengkaknya udah mendingan, kalau kagak gue gak datang hari ini’ jawab Wawan.
                ‘gimana kalau kita olahraga pagi, mau gak?’ tanya Rizal.
                ‘olahraga apa ni zal’ tanya gue, dengan pandangan curiga.
                ‘olahraga ekstrem lah, lempar tawon sembunyi ke kelas’ kata Rizal sambil tertawa. ‘kalau gak salah dengar itu mirip peribahasa ,lempar batu sembunyi tangan’ kata gue dalam hati. Pada pagi itu kumpulan orang idiot itu mulai bersiap untuk olahraga pagi ekstrem, yang perlu dipersiapkan hanya lah, batu,lokasi lari, kecepatan, dan nyali yang besar.
                ‘SIAP.....’teriak Rizal. Saat itu semua ambil posisi untuk melarikan diri karena resiko bagi yang tidak cepat berlari adalah bengkak-bengkak di badan akibat sengatan tawon yang marah.
                ‘LARI.......’ teriak Rizal. Batu pun di lemparkan ke arah sarang tawon tersebut dan tepat mengenai sarang itu sehingga tawon-tawon mulai beterbangan lagi. perkiraan gue akan jam masuk ternyata salah, ketika batu itu terlempar ke sarang tawon, saat itu juga bel masuk pun berbunyi. Ketakutan yang luar biasa membuat gue dan kumpulan idiot itu lari pontang panting menyelamatkan diri, ada yang lari kedalam kelas, dan ada yang berlari tanpa tujuan sampai ke belakang sekolah.
                ‘kita mau kemana ni, bel udah berbunyi rif?’ tanya gue.
                ‘tenang aja, guru kita lama tu masuk, yang penting selamatkan diri lo dulu’ kata Arif sambil terus berlari menuju belakang sekolah. Entah karena lagi sialnya, seorang guru melihat apa yang kami lakukan, sehingga menyebabkan kami menjadi tersangka. Dari kejauhan terlihat Rizal berlari mendatangi gue.
                ‘gawat ni’ kata Rizal.
                ‘gawat kenapa?’ tanya gue.
                ‘Pak Amin melihat kita melempar sarang tawon itu, dan dia langsung menuju keruangan Pak Mail’ jawab Rizal dengan cemasnya. Saat itu gue,Arif,dan Putra benar-benar ketakutan, ibarat penyakit ini sudah masuk stadium 4. Pak Mail adalah Guru yang menangani murid-murid yang membuat masalah di sekolah. Rasa takut yang luar bisa membuat kami ber-4 bersembunyi agar tidak di panggil oleh Pak Mail.
                ‘yang lainnya kemana zal?’ tanya gue sambil tetap mengendap-endap dibelakang sekolah.
                ‘Zarma lari kedalam kelas,Tino juga masuk kekelas, sisanya bersembunyi di belakang wc’ jawab Rizal. Walau sudah bersembunyi tapi tetap saja kami semua tertangkap oleh Pak Mail. Tentu saja ketangkap namanya juga masih di sekitar sekolah, koruptor saja yang lari sampai keluar Negeri saja bisa ketangkap apa lagi yang hanya bersembunyi di sekitar TKP. kami semua di kumpulkan di bawah tiang bendera, disana kami di introgasi soal pelemparan sarang tawon itu. ‘mungkin aja salah satu tawon ada yang mengadu ke Pak Mail, sehingga kita ketahuan ni’ kata gue.
                ‘iya, tawon raksasa yang mengajar bahasa Arab yaitu Guru kita Pak Amin, dia yang barusan mengadukan kita’ kata Rizal.
                ‘apa yang kalian lakukan, baru saja pagi sudah membuat masalah. Kenapa kalian melempar sarang tawon itu, kalian tau sendiri kalau sarang itu di ganggu tawon-tawonya itu akan beterbangan dan menyerang orang-orang’ kata Pak Mail dengan kesalnya.
                ‘habis tawon itu duluan pak yang menyerang kami, ni kepala saya disengatnya’ kata Wawan. Walau sudah mengaku tapi tetap saja kami semua di hukum dengan cara di jemur. ‘terlalu ni Pak Mail, dah tau gue ini hitam, eh malah di jemur, entr kalau tambah hitam kalau malam gak ada yang bisa ngelihat gue siapa yang mau bertanggung jawab’ kata gue dalam  hati. Cukup lama gue dan teman-teman gue di jemur, terlebih lagi mataharinya sangat mendukung Pak Mail karena pada saat itu mataharinya sangat cerah, panas dan menyilaukan mata. Di jam istirahat gue dan teman-teman masih tetap dijemur sehingga saat itu gue dan teman-teman menjadi tontonan siswa/siswi lain yang lagi istirahat.
                ‘kapan lah kita selesa di hukum, gue ngerasa jadi daging panggang ni’ kata Arif.
                ‘nikmatin aja, kapan lo bisa jadi artis, lihat tu satu sekolah pada ngelihatin kita ni’ kata gue sambil tertawa. kalau gue fikir-fikir mungkin baru kali ini ada kelas di SMA gue yang isinya cewek semua, karena cowoknya pada di hukum satu kelas akibat olahraga pagi yang ekstrem. Bel masuk pun berbunyi semua siswa/siswi masuk kekelasnya untuk belajar. Namun, nasib gue dan teman-teman masih berlum berubah, di jemur berjam-jam serasa menjadi daging panggang.
                ‘lagi sunyi ni, kenapa kita gak duduk aja tu di samping ruang guru, disana teduh gak panas’ kata gue menyakinkan teman-teman gue.
                ‘gila lo, kalau Pak Mail datang bisa di cincang kita’ kata Wawan.
                ‘gak bakal dow ,kita coba aja’ kata gue , sambil berjalan menuju samping ruang guru. Setiap tindakan pasti harus ada yang bergerak lebih dulu supaya yang lain ikut bertindak seperti itu lah yang terjadi, akhirnya semua teman gue pada ikut berteduh. Cukup lama berteduh sampai akhirnya Pak Mail mendatangi kami.
                ‘siapa yang menyuruh kalin untuk berteduh?’ tanya Pak Mail.
                ‘kami semua minta maaf pak, kami gak akan buat seperti itu lagi, kami benar gak kuat pak, panas banget’ kata gue dengan muka yang penuh harapan dikasihi. Ternyata apa yang gue lakukan tidak lah sia-sia, Pak Mail akhirnya mencabut hukumannya dan memperbolehkan kami masuk kekelas dengan perjanjian tidak akan mengulanginya lagi. Menurut sebuah pribahasa ‘dikasih hati minta jantung’ begitulah kami, sudah di kasih masuk kelas tetap saja duduk-duduk di samping ruang guru itu. masa SMA adalah masanya Narsis sehingga pada saat itu gue dan teman-teman gue sempatkan untuk berfoto-foto.

                Keesokan harinya, gue telat bangun akibat kecapekan di jemur kemarin, karena terlambat bangun sarapan pun tidak sempat. Saat itu gue langsung berangkat, langsung kerumah Riko untuk menjemputnya. Di perjalanan menuju sekolah gue melihat benda berwarna hijau melayang terbawa angin dan jatuh ketepi jalan, saat itu juga gue langsung meminta Riko menepikan motor, karena pada saat itu Riko yang menyetir.
                ‘ada apa ki, kok tiba-tiba lo nyuruh gue menepi?’ tanya Riko dengan penasarannya.
                ‘tenang aja, gue baru ngelihat sesuatu’ jawab gue sambil turun dari motor dan pergi menuju kearah benda berwarna hijau itu. ternyata apa yang gue lihat itu sesuai dengan apa yang gue harapkan.
                ‘ini dia yang gue lihat itu’ kata gue sambil memperlihatkan benda itu ke Riko.
                ‘ha, tajam banget mata lo ki,bisa lo ngelihat uang 20rb itu di jalanan ini’ kata Riko sambil tertawa. saat itu perjalanan menuju ke sekolah di lanjutkan. Sesampainya di perkiran sekolah, gue dan Riko langsung berlari menuju gerbang sekolah. Namun, semua itu sia-sia, ternyata  harga masuk gerbang sekolah itu adalah 20rb Rupiah, karena sejak gue menemukan uang itu gue telat, biasanya gue tidak pernah telat masuk sekolah. Siswa/siswi yang telat datang akan dikurung di luar gerbang sekolah, tidak hanya itu saja, siswa/siswi juga mendapat hukuman dikurung diluar gerbang selama 2 jam pelajaran dan 1 jam di jemur dibawah tiang bendera. Setelah menjalankan semua hukuman, dengan energi yang tersisa gue menuju kedalam kelas gue. hari itu hari sial buat gue.
                Di kelas 3 SMA , kumpulan idiot ini masih tetap ada, kumpulan idiot ini beranggotakan semua anak cowok di kelas gue. kumpulan idiot ini juga memiliki team futsal kelas. Team ni selalu mengikuti setiap pertandingan yang di ada di sekolah ini. Team ini adalah team futsal yang tidak terkalahkan di SMA gue, karena tidak terkalahkannya belum  pernah ada tema futsal lain yang pernah mengalahkan rekor kalah tanpa menang sekali pun. Sejak team ini di bentuk, belum pernah merasakan yang namanya manis kemenangan dalam tanding futsal. Namun, gue bangga berada di team itu, disaat team-team lain kalah, mereka akan sedih bahkan langsung pulang kerumah mereka masing-masing, tapi team futsal gue ini berbeda, entah karena sudah terbiasa kalah atau karena terlalu ikhlas sehingga mau kalah atau pun menang, kami semua tetap mereyakan dengan makan-makan dan tetap tertawa bersama. Menurut gue, kalah menang itu biasa, bukan kemenangan yang di cari tapi kebersaman lah yang sangat di perlukan untuk sebuah team.
                Pertandingan sering diadakan di sekolah gue ketika selesai ujian semester. Pertandingan pun cukup banyak, mulai dari futsal, basket,volly dan takraw. Tapi kali ini team gue lebih fokus ke pertandingan takraw sehingga tiap hari gue dan teman-teman belatih takraw dimana saja, mulai dari depan kelas, lapangan takraw, sampai didalam kelas.

Mungkin karena belum waktunya untuk menang sehingga team takraw kelas gue langsung kalah dalam satu pertandingan, untuk merayakan kekelahan itu, gue dan teman-teman membuat acara tur ke salah satu Mal di Pekanbaru yang di ikuti oleh team takraw kelas gue saja. Kebetulan hari itu adalah hari sabtu dan tentu saja malamnya malam minggu.
                Malam harinya semua peserta tur berkumpul di rumah teman gue yang bernama Ringgo, karena semua peserta tur sudah lengkap, kami pun mulai berangkat menuju Mal itu. sesampainya di Mal, gue dan teman-teman bingung mau mencari apa di dalam Mal itu.
                ‘kita mau kemana ni?’ tanya gue.
                ‘ya jalan-jalan aja, cuci mata’ jawab Arif.
Akhirnya kami semua memang melakukan tur di dalam Mal itu, ibarat tur sungguhan, kami masuk satu persatu kedalam setiap toko yang menjual alat-alat olahraga, bahkan tidak hanya sekali saja melintasi tempat yang sama, ada beberapa kali kami melewati lokasi yang sama sehingga beberapa penjaga toko melihat kami terus. Cukup lama bolak-balik layaknya anak hilang, kami akhirnya memutuskan untuk makan. Namun, bukan makan di dalam Mal itu. kami semua memutuskan mencari makan di luar Mal di rumah makan yang terlihat murah saja, maklum gue dan teman-teman gue ini bukan anak dari orang kaya.
                ‘kenapa kita gak makan di dalam Mal aja?’ tanya gue.
                ‘gila lo, kantong gue lagi bokek, lo ada uang buat neraktir kami semua’ jawab Rizal.
                ‘ya kita kumpulin uang lah, kan ada tu paket yang murah, ayam 5 nasi 5 minuman 5, jadi  satu piring berdua kita’ kata gue sambil tertawa.
                ‘lo aja, gue kagak mau’ kata Arif. Lama mencari rumah makan yang murah, akhirnya ketemu juga dan kami mengisi tenaga untuk tur berikutnya. Selesai makan gue dan teman-teman gue pergi untuk tur berikutnya, kali ini tur kami bertemakan kuliner malam. Mencari kuliner malam yang murah tidak lah mudah, sampai Ringgo akhirnya memberi tau tempat makan yang murah dan enak.
                ‘kita makan kebab sama sekoteng aja yuk, dari pada gak ada tujuan gini’ kata Ringgo.
                ‘murah gak?’ tanya Arif.
                ‘murah kok, santai aja lah rif’ balas Ringgo. Saat itu semuanya pergi menuju tempat kuliner malam yang dikatakan Ringgo itu.
                ‘oo.. disini ya tempatnya, gue sering ngelihat kebab turki ini, tapi gak pernah beli’ kata gue.
                ‘Makanya gue ajak lo kesini’balas Ringgo. Semua teman gue pada beli kebab turki, sedangkan gue dan Arif tidak memiliki uang yang cukup sehingga hanya membeli sekoteng saja.
                ‘gue baru sekali ini beli sekoteng rif’ kata gue.
                ‘gue juga’ balas Arif.
Baru sekali mencoba gue rasa gue tidak akan mau mencoba lagi, karena ketika gue meminum sekoteng itu mulut gue serasa terbakar, rasa panas sekoteng dan rasa pedas yang luar biasa.
                ‘gila ni sekoteng, penas benget, ini mah jus cabe bukannya sekoteng ni’ kata gue sambil mengipas-ngipas lidah yang kepedasa.

                ‘gila, gue gak sanggup meminumnya dow’ kata Arif.  Untung saja pada saat itu teman-teman gue yang lain ada, sehingga gue paksa mereka untuk meminum sekoteng itu dari pada terbuang percuma. selesai makan kebab dan minum sekoteng kami semua pergi pulang kerumah masing-masing, karena memang waktu sudah menunjukkan tengah malam. Malam itu adalah malam yang luar biasa, tur jalan-jalan yang menyenangkan yang mungkin saja tidak akan pernah terjadi lagi. setelah tamat SMA gue dan teman-teman idiot sudah jarang berkumpul lagi. mereka semua sibuk mengurus kehidupan mereka masing-masing, ada yang kuliah dan ada juga yang kerja. Itu lah akhir dari kebersamaan di masa SMA dulu dan sekarang semua telah berubah tinggal kenangan yang hanya bisa di ingat dan di ceritakan.

No comments:

Post a Comment

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...