Cinta Monyet
Kata orang cinta itu indah, kata hati cinta itu susah di
tebak, kata gue cinta itu gila. Jadi kalau anda melihat orang gila di jalan,
orang itu gila karena cinta. Banyak orang merasakan yang namanya cinta. bagi
beruntung dapat indahnya yang sial dapat sakit cinta. Tetapi ingat jangan
terlalu berlebihan dalam mencintai, karena sesuatu yang berlebihan itu tidak
baik.
Teman adalah seseorang yang ada buat kita. Ketika tidak
ada uang bisa minjam ke teman, ketika emosi bisa dilampiaskan ke teman, ketika
tidak punya pacar bisa rebut pacar teman dan masih banyak lagi arti pertemanan.
Gue punya teman yang namanya Ridwan. Gue dan Ridwan sudah 3 tahun berteman,
hanya berteman tidak akan pernah menjadi lebih (pacaran). Selama pertemanan,
gue selalu minta tolong sama Ridwan, karena Ridwan termasuk ke dalam kasta
orang kaya (orang ber-uang) jadi gue sesekali minjam uangnya Ridwan.
”wan, lo kan tau gue belum sarapan, gue tau lo pasti
sudah sarapan, jadi begini wan, kita kan sudah lama berteman, apa lo mau gue
nanti sakit karena tidak sarapan?”kata gue sambil berbasa-basi.
“emangnya gue pikirin, mau sakit lo mau gak gue gak
peduli” kata Ridwan seakan tau teknik minjam uang gue.
“lo gitu banget wan, ya sudah gue minjam uang dong buat
makan, 10rb jadi lah, kalau gue punya uang gue ganti kok” kata gue sambil maksa
minjam uang ke Ridwan.
“hutang lo yang dulu-dulu aja belum lo bayar” kata Ridwan
dengan nada kesal.
“bukan gue gak mau bayar wan, tapi tiap gue minjam gue udah
bilang, kalau gue punya uang gue akan bayar tu hutang. Tapi kan kenyataannya
gue gak punya uang sekarang” kata gue dengan nada sedih.
“bukan sekarang tapi setiap hari lo memang gak punya
uang” kata Ridwan sambil marah.
“tu lo tau, berarti bukan gue gak mau bayar tapi karena
gue tidak pernah punya uang” kata gue meyakinkan Ridwan.
“ya udah ni uangnya ingat dibayar tu” kata Ridwan sambil ngasih uang ke gue.
“TERIMAKASIH teman terbaikku” balas gue sambil muji-muji Ridwan agar
senang.
Akhirnya gue jadi
sarapan juga. Tentu saja gue makan sama Ridwan biar nanti siapa tau ada yang
kurang, jadi bisa gue minta Ridwan yang nambahin uangnya. Selesai sarapan, gue
dan Ridwan pergi menuju ruang kelas untuk kuliah. Gue mahasiswa fakultas
psikologi, menjadi seorang psikolog butuh teknik berbicara yang luar biasa,
jadi untuk belajar teknik psikolog gue selalu jadikan si Ridwan sebagai bahan
uji coba gue. Caranya mudah, gue coba untuk meminjam uang ke dia kalau berhasil
berarti teknik gue lulus, kalau tidak harus gue permantap lagi. setiap hari gue
selalu merepotkan si Ridwan, tapi untung saja dia masih mau berteman sama gue.
Suatu hari yang cerah dihiasi langit biru, gue pergi
kuliah mengendarai motor gue. Sesampainya di kampus gue masuk kelas dan ketika
itu gue duduk di sebelah Ridwan, biasanya ketika gue datang dianya selalu minta
hutang-hutang ke gue. Namun, hari itu dia diam saja seakan memikirkan sesuatu.
“ada apa wan dari tadi menung aja?” tanya gue.
“gak papa” jawab Ridwan dengan nada pelan.
“yakin gak papa, biasanya lo gak pernah seperti ini”
tanya gue.
“hari ini gue lagi gak mud aja” jawab Ridwan.
“apa gue ada salah ke lo?” tanya gue.
“kalau salah sih banyak, tapi bukan itu yang buat gue
jadi gak mud” jawab Ridwan.
“jadi apa wan, cerita lah keteman mu ini” kata gue.
“besok aja lah ya” kata Ridwan.
Saat itu gue ditegur
oleh dosen karena gue berbicara di kelas. Hari ini gue kekantin hanya sendirian
saja, Ridwan sehabis jam kuliah tadi langsung pulang dan gue masih penasaran
apa yang membuat dia seperti ini.
Keesokan hari nya masih sama, si Ridwan masih diam dan
termenung di kelas, tapi tetap gue bertanya kenapa dia seperti itu. Namun,
jawaban yang gue dapat tetap sama seperti kemarin juga. hari ini gue tidak ke
kantin, sejak teman gue si Ridwan jadi manusia yang suka menung, gue pun tidak
punya mud untuk beraktivitas sepulang kuliah. Ketika gue menuju ke parkiran,
teman gue yang bernana Sintya menghampiri gue.
“hy ki, tunggu sebentar” teriak Sintya sambil berlari ke
arah gue.
“ada apa Sintya?” tanya gue.
“gue Cuma mau bilang, kalau teman lo si Ridwan itu lagi
galau” jawab Sintya.
“galau kesiapa dia ?” tanya gue.
“dia galau ke teman gue yang bernama Risa” jawab Sintya.
“Risa siapa ?, perasaan gue dikelas gak ada tu yang
namanya Risa” kata gue.
“Risa itu bukan mahasiswi fakultas psikologi, tapi
mahasiswi fakultas ekonomi” jawab Siska.
“oo.., pantas aja si Ridwan sekarang berubah banget, tapi
dia galau kenapa tu tya, apa karena cintanya ditolak ?” tanya gue.
“mana gue tau, lo tanya aja sendiri ke teman lo, ya udah
gue mau pergi dulu” jawab Sintya lalu pergi menuju ke arah motornya.
Saat itu gue mulai tenang, karena gue sudah
tau penyebab kenapa teman gue bisa jadi pendiam seperti sekarang ini. Ridwan
itu tipe orang yang suka mengganggu, hobi berbicara di kelas, dan tidak mau
diam. Jadi, kalau dia berubah seperti itu membuat gue benar-benar bingung.
Keesokan harinya gue pergi ke kampus dengan semangat karena
gue mau ketemu Ridwan dan mau nanya kenapa dia galau. Sesampainya di kampus gue
langsung duduk di sebelah teman gue Ridwan.
“wan, gue tau lo kenapa beberapa hari ini jadi pendiam”
kata gue.
“jangan sok-sok tau” kata Ridwan dengan santainya.
“lo suka sama Risa kan?” kata gue.
“tau dari mana lo” jawab Ridwan dengan terkejutnya.
“gak penting tau dari mana yang penting sekarang lo kenapa
jadi pendiam gini, lo gak di tolak dia kan ?” tanya gue.
Sebelum pertanyaan gue
di jawab , gue di tegur dosen lagi dan mau tidak mau gue diam seperti batu
sungai. Ketika jam kuliah selesai Ridwan menghampiri gue.
“lo tau dari mana?” tanya Ridwan.
“gak penting tau dari mana, lo kenapa?, gak di tolak kan
wan ?” tanya gue.
“gue gak di tolak, gue Cuma lagi bingung gimana dekatin
tu cewek, karena yang gue tau banyak mahasiswa yang naksir dia” jawab Ridwan
dengan nada sedih.
“lo jangan mau menyerah, gue yakin lo bisa” kata gue
sambil memberi dia semangat.
“kalau gitu lo bantu gue ya?” tanya Ridwa.
Awalnya gue tidak mau
membantu karena tidak mau terlibat dalam masalah orang, tapi karena Ridwan
teman gue dan memang dulu gue sering minta bantuan dia, akhirnya gue mau bantu
teman gue ini. Malam harinya gue mulai menjalankan tugas gue sebagai pencari
informasi tentang Risa cewek yang Ridwan suka. Awalnya gue bingung gimana
mencari informasi tentang Risa sedangkan gue tidak kenal sama yang namanya
Risa. Malam itu gue benar-benar pusing mikirin itu. Namun, tiba-tiba gue ingat
kalau Sintya adalah teman dekat Risa. Saat itu juga gue langsung BBM Sintya dan
gue jelasin maksud gue itu supaya tidak terjadi kesalah pahaman. Akhirnya malam
itu Sintya mau bantu gue.
Keesokan harinya, gue datang ke kampus terus langsung
masuk ke kelas dan Ridwan langsung menanyakan informasi tentang Risa. Karena
gue dapat informasi dari sahabat Risa, jadi pada saat itu gue punya data yang
hampir lengkap tentang Risa. Akhirnya sudah sekian lama baru kali ini gue lihat
Ridwan tertawa lagi. gue senang melihat itu karena kalau dia senang gue bisa
pinjam uang dia lagi. ketika asik bercerita, tiba-tiba datang seorang cewek
yang tau dengan apa yang kami berdua bahas, cewek itu adalah Sintya, sahabat
Risa.
“hy, nampaknya ada yang lagi senang ni” kata Sintya
sambil menyindir Ridwan.
“iya ni tya, baru senang dia hari ini” kata gue sambil
tertawa.
“sok-sok tau lo tya, emang lo tau gue senang kenapa?”
tanya Ridwan.
“dia sudah tau wan,yang ngasih informasi saja dia, tya
itu sahabat Risa, jadi gue rasa tya bisa bantu lo” kata gue’
“kalau gitu lo maukan bantu gue tya?” tanya Ridwan ke
Sintya.
“gimana ya....., oke deh gue akan bantu lo wan” jawab tya
sambil tertawa.
Seperti biasa setelah
jadwal kuliah selesai gue dan Ridwan pergi ke kantin dan kali ini Sintya juga
ikut bersama kami.
“karena lo sekarang udah terlihat ceria jadi makan dikantin
hari ini gue yang bayarin” kata gue.
“masa iya lo mau bayarin, hutang lo aja belum lo bayar”
kata Ridwan seakan tidak percaya.
“ya udah lah wan, kalau dia mau bayarin gak papa lah, kapan
lagi dia mau bayarin kita” kata Sintya.
”ya udah, sini uang kalian biar nanti gue yang bayarin”
kata gue sambil meminta uang ke Ridwan dan Sintya.
“ha..,” teriak Sintya “ kata lo, lo yang mau bayarin
gimana ni” kata Sintya dengan kesal.
“iya gue akan bayarin tapi kan gue gak bilang kalau
bayarnya pakai uang gue, gue Cuma bilang nanti gue yang bayarin” kata gue sambil
tertawa.
“apa gue bilang, dia mana mau bayarin kita, kalau pun dia
bayarin kita paling-paling itu uang dari pinjam sama gue” kata Ridwan dengan
nada santainya karena dia sudah atau gimana sifat gue.
Hari itu akhirnya gue
yang bayarin, tapi Cuma bayarin sedangkan uangnya ya pakai uang masing-masing.
Malam harinya gue BBMan sama Sintya membicarakan soal
masalah Ridwan.
“sepertinya banyak yang naksir Risa ki” kata Sintya dalam
BBMnya
“gue juga tau sih tya, tapi gak mungkin kan kita
menyerah, kita udah berjanji kan ke Ridwan” kata gue dalam ketikan BBM gue.
“lo tau dari mana?, iya gue gak akan menyerah kok, kita
harus berusaha semampu kita” kata Sintya sambil memberi semangat dalam ketikan
BBM.
“tapi lo yang baru saja ngasi tau, oke kalau gitu, kita
harus berusaha” kata gue dalam ketikan BBM.
Malam itu gue trus
BBMan sama tya sampai salah satu dari kami ketiduran.
Pagi telah tiba seperti biasa gue harus pergi kuliah.
Sesampai di kampus Ridwan langsung menghampiri gue.
“gimana ki, lo ada informasi tentang Risa?” tanya Ridwan
sambil berjalan menuju kelas.
“belum ada, lo gimana?, udah dekat dengan Risa?’ tanya
gue ke Ridwan.
“dekat sih belum, tapi gue udah sering BBMan sekarang,
dan dia orangnya asik juga” jawab Ridwan dengan senangnya.
“bagus lah tu, tinggal lo nya aja lagi yang harus
benar-benar dekat dengan dia” kata gue ke Ridwan.
“oke sip, gue akan berusaha dekat dengan dia walau banyak
yang naksir dia” kata Ridwan dengan nada semangat.
Sesampainya di kelas
Sintya langsung menghampiri kami.
“gimana wan? Lo udah dekat sama Risa?” tanya Sintya
sambil duduk di sebelah gue.
“tenang aja, gue akan berusaha kok buat dekat sama Risa”
kata Ridwan.
“baguslah, karena yang naksir dia itu banyak wan” kata
Sintya.
“iya gue tau, gue akan semangat kok” kata Ridwan ke
Sintya.
Hari itu gue di kelas
tidak ngobrol-ngobrol lagi sehingga dosen tidak menegur gue. Biasanya sehabis
kuliah gue dan Ridwan akan pergi kekantin, tapi kali ini Ridwan meminta gue
agar menemaninya ke Fakultas Ekonomi. Ketika itu gue tau, kalau dia pasti ingin
bertemu dengan Risa, mau tidak mau gue temanin Ridwan. Sesampainya di Fakultas
Ekonomi, Ridwan langsung BBM Risa dan menanyakan dimana dia berada. Setelah
beberapa menit mencari, akhirnya gue dan Ridwan berhasil bertemu dengan Risa.
Risa cewek yang putih, cantik,baik,kaya dan kata Sintya dia mahasiswi yang
pintar, jadi tidak salah kalau yang naksir dia itu banyak. Kebetulan Sintya
juga ada disana, pada saat itu gue dan Sintya pergi dan membiarkan Ridwan dan
Risa ngobrol berdua.
“semoga mereka bisa lebih dekat ya tya” kata gue sambil
duduk berdua di taman depan Fakultas Ekonomi tidak jauh dari Ridwan berada.
“iya, karena sejak ngurus mereka tugas-tugas gue banyak
yang belum siap” kata Sintya dengan nada sedikit sedih.
“sama gue juga, padahal tugas banyak, pakek banget malah”
kata gue membenarkan perkataan Sintya.
Kalau orang sudah jatuh
cinta teman pun akan dilupakan, begitulah yang terjadi pada gue dan Sintya, gue
benar-benar menunggu Ridwan berjam-jam, di BBM di cuekin, di telpon tidak di
angkat, pada hal gue sudah mau pulang kerumah. Akhirnya gue menghampiri Ridwan ,
begitu juga Sintya menghampiri Risa.
“wan dosen baru sms gue, katanya ada jadwal hari ini”
kata gue agar dia mau pulang.
“masa iya” kata Ridwan dengan santainya.
“iya wan, ayuk lah nanti kita bisa telat” kata gue sambil
maksa Ridwan untuk pergi.
“nanti saja lah, kita gak akan telat” kata Ridwan.
“gak papa kok Ridwan, kuliah aja dulu, kita kan bisa
BBMan nanti malam” kata Risa dengan nada yang lembut.
“tu kata Risa aja gak papa, ayuk lah” kata gue sambil
narik Ridwan.
Dengan berat hati
akhirnya si Ridwan mau untuk pergi. Sesampai di parkiran gue bilang ke Ridwan
kalau gue hanya berbohong.
“kita gak ada jadwal hari ini, gue Cuma mau pulang saja,
karena kalau gue tinggalin lo entar lo kira gue teman yang tidak setia, makanya
gue nunggu lo. Tapi gue tunggu lo lama banget cerita sama Risa jadi ya gue
harus gunakan alasan itu tadi” kata gue.
“iya-iya sorry, habisnya nyaman banget dekat dengan Risa
tu” kata Ridwan dengan senyum-senyum.
Hari itu gue merasa
capek banget, bukan karena banyak kegiatan. Namun, karena terlalu lama menunggu
orang yang lagi gila karena cinta. Setelah sampai di rumah gue langsung masuk
kekamar dan langsung tidur. Malam harinya pun gue tetap tidur sampai bunyi BBM
pun tidak gue dengar.
Keesokan harinya ketika gue baru bangun tidur, gue
terkejut ketika gue lihat hp ternyata banyak BBM dari Sintya dan gue rasa nanti
di kampus dia pasti marah sama gue karena BBM nya tidak di balas. Akhirnya pada
saat itu gue bergegas menuju kampus supaya tidak telat datang. Sesampainya di
kampus, gue langsung menghampiri Sintya dan gue langsung jelasin kenapa gue
tidak balas BBM dia. Awalnya di marah, tapi lama-lama dia bisa mengerti dengan
penjelasan gue.
Hari demi hari gue selalu menemani Ridwan untuk bertemu
Risa setiap pulang kuliah, tapi itu hanya berlangsung selama satu minggu
setelah itu Ridwan tidak pernah mengajak gue untuk bertemu dengan Risa lagi.
jangan kan mengajak gue untuk bertemu Risa untuk makan kekantin pun dia tidak
pernah lagi. cinta itu terkadang melupakan hari, melupakan bulan, tahun ,waktu,
bahkan melupakan teman. Kini Ridwan mulai menjauh sama gue. Namun, itu tidak
apa-apa karena ada Sintya yang beberapa hari ini mau menemani gue makan di
kantin. Kali ini gue makan di kantin dengan uang gue, tidak mungkin gue minta
bayarin Sintya.
“sekarang Ridwan sudah sombong ya tya” kata gue sambil
makan di kantin.
“iya Risa juga, sekarang dia sudah susah diajak
kemana-mana, kalau dulu dia selalu ikut gue, sekarang dia terlalu banyak alasan
untuk menolak ajakan gue” kata Sintya dengan nada sedih.
“itu lah cinta, kalau lagi bahagianya lupa sama orang
terdekat” kata gue.
“tapi gak apa lah, yang penting tugas kita selesai” kata
Sintya.
“emangnya mereka udah pacaran ?” tanya gue.
“gue juga gak tau, tapi sepertinya udah” jawab Sintya.
Hari itu gue ditemani
makan oleh Sintya dan setelah itu Sintya meminta gue untuk menemaninya membeli
buku di toko buku. Asik juga namun terkadang sesuatu yang mengasikkan itu cepat
berlalu. Sesampai dirumah gue coba buat BBM Ridwan untuk menanyakan apa dia
sudah jadian apa belum. Namun, dia tidak ada membalas BBM gue.
Keesokan harinya ketika di kampus, gue mencoba untuk
menanyakan kabar hubungan Ridwan dengan Risa.
“gimana kabar lo sama Risa wan ?” tanya gue sambil duduk
di samping Ridwan.
“baik-baik aja” jawab Ridwan dengan santainya.
“lo belum jadian wan?” tanya gue.
“belum lagi, kalau jadian gue kasih tau lo” kata Ridwan
dengan senangnya.
“oo.. tapi gue lihat sudah seperti orang pacaran ya” kata
gue.
“perasaan lo aja tu, tenang aja kalau gue udah jadian gue
akan kasih tau lo bahkan akan gue traktir lo, jadi tenang aja” kata Ridwan.
“iyalah kalau gitu. Tapi lo sekarang udah sombong ya wan”
kata gue.
“sombong gimana ?” kata Ridwan.
“ya, lo sekarang udah lupa sama gue dan Sintya. Sekarang
lo sibuk sendiri, diajak makan di kantin udah gk mau, di BBM lo cuekin, udah
berubah lo wan” kata gue dengan nada sedikit kecewa.
“perasaan lo aja tu, gue biasa aja kok” kata Ridwan
dengan santainya tanpa tidak merasa tersindir.
Walau sudah gue coba
bicara tentang sikap Ridwan yang lupa terhadap teman yang membantunya. Namun,
dia tidak peduli dengan apa yang gue katakan itu. sejak saat itu gue sudah
jarang duduk disebelahnya lagi. gue mau lihat apa dia bisa bertahan tanpa
seorang teman.
Hari demi hari gue tidak memperdulikan dia, bahkan apa
bila berpapasan gue tidak pernah memanggil Ridwan. Suatu hari ketika berada di
kampus Ridwan mendatangi gue.
“hy ki, boleh gue duduk di sebelah lo” tanya Ridwan.
“boleh-boleh aja” jawab gue.
“gue minta maaf ya udah egois sama lo, gue lupa kalau
tanpa lo dan Sintya gue gk akan bisa dekat sama Risa” kata Ridwan dengan nada
sedih.
“iya gak papa” kata gue.
Tidak lama setelah itu
datang lah Sintya yang langsung duduk di sebelah gue. Sintya duduk dengan diam saja disebelah gue, mungkin karena dia masih
marah sama Ridwan.
“lo marah ya sama gue tya ?” tanya Ridwan.
“gak tu, buat apa juga gue marah-marah sama lo, gak
penting banget” kata Sintya dengan nada emosi.
“gue minta maaf ya sama kalian berdua karena udah egois,
gue beneran minta maaf, tolong maafin gue” kata Ridwan dengan nada yang
benar-benar seakan menyesal.
“iya gue maafin” kata gue.
“gue juga” kata Sintya,
“kenapa lo kelihatannya sedih banget” tanya gue.
“cinta gue gak diterima Risa” jawab Ridwan dengan
sedihnya.
Saat itu untung saja
dosen tidak jadi datang dan akhirnya gue dengarin semua cerita cinta Ridwan.
Ternyata cinta Ridwan di tolak oleh Risa, selama ini Ridwan hanya dianggap
sebagai abang oleh Risa. Hari itu Ridwan galau setengah mati, menung seperti
orang gila, lemas seperti orang tidak makan sebulan. Hari itu gue dan Sintya
menenangkan Ridwan supaya tidak menangis atau pun tidak bunuh diri. Seperti
anak kecil yang merajuk gue dan Sintya susah menenangkan Ridwan. Pusing pasti
pusing namun lama-lama Ridwan mulai sedikit tenang dan akhirnya dia pulang
untuk lebih menenangkan dirinya.
Keesokan harinya Ridwan terlihat sedikit lebih baik dari
kemarin.
“gimana keadaan lo wan?” tanya gue.
“gue baik-baik aja, tenang aja gue dah bisa ikhlas” kata
Ridwan dengan santainya.
‘makan apa tu Ridwan bisa ngilangin galau dalam waktu
singkat’ kata gue dalam hati.
“ya udah wan kita kuliah dulu nanti kita bahas masalah lo
dari pada entar gue kenak semprot dosen lagi” kata gue sambil ngambil buku di
dalam tas.
Hari itu gue dan Ridwan
kekantin, seperi biasa makan Ridwan yang bayarin. Tidak lama gue makan
tiba-tiba Sintya datang.
“wah makan gak ngajak-ngajak ya” kata Sintya yang duduk
di sebelah gue.
“bukan gak ngajak-ngajak, lo tu entah kemana” kata gue.
“gimana wan keadaan lo?” tanya Sintya.
“galau gue udah sedikit berkurang, oiya kalian berdua mau
nemanin gue beli peliharaan gak, biar ada yang gue urus biar galau gue bisa
cepat ilang” kata Ridwan.
“memangnya mau beli peliharaan apa lo wan?” tanya gue
sambil sedikit bingung dengan idenya Ridwan.
“belum tau, liat aja nanti, jadi kalian mau gak nemanin
gue?” tanya Ridwan.
“kalau gue oke-oke aja” kata gue.
“aduh, maaf ya wan gue ada belajar kelompok” kata Sintya
sambil meminta maaf.
“iya gak apa tya” kata Ridwan dengan santainya.
Selesai dari kantin gue
dan Ridwan langsung menuju pasar hewan yang berada di jalan Durian. Sesampainya
disana Ridwan langsung bingung, ketika dia melihat berbagai macam jenis
binatang yang di jual, mulai dari burung, sampai ke reptil. Namun, sewaktu gue
dan Ridwan asik melihat-lihat binatang-binatang, ternyata Ridwan berhenti
tiba-tiba.
“ada apa wan, udah ketemu binatang yang mau lo beli?”
tanya gue.
“udah ini dia ‘ jawab Ridwan sambil menunjuk kekandang
monyet. Saat itu bingung, kenapa dia memilih monyet pada hal banyak sekali
binatang yang cantik-cantik yang keren-keren, tapi tidak apa lah yang memeliharakan
Ridwan bukan gue. Akhirnya gue dan Ridwan pulang dengan membawa seekor monyet
jantan yang kata penjualnya berusia remaja.
Pagi mulai datang matahari selalu terlihat cerah, gue
berangkat ke kampus dengan mengendarai motor. Ketika setengah jalan motor gue
mogok, gue kira busi motor gue yang kotor, jadi gue minggirkan motor gue dari
tengah jalan, terus gue buka tu busi motor gue, ketika itu gue lihat businya
tidak apa-apa, jadi gue pasang lagi busi motor itu. Gue coba hidupin motor gue.
Namun, tidak hidup juga, saat itu gue benar-benar bingung dan malu karena orang
ngelihatin gue, apa karena gue cakep atau karena gue terlihat seperti orang
aneh yang bongkar-bongkar motor di tepi jalan. Cukup lama gue kebingungan
sampai akhirnya gue coba untuk melihat tangki motor gue dan ternyata minyak motor
gue yang habis. Capek-capek bongkar-bongkar busi ternyata penyebab motor gue
mogok adalah minyak yang habis. Mau tidak mau gue akhirnya mendorong motor ke
Pombensin terjauh karena yang terdekat tidak ada.
Perjuangan hari ini tidak selesai sampai disitu saja,
sesampainya gue di kampus, walau gue terlambat gue tetap masuk kekelas,
sesampainya di kelas gue langsung di sambut dosen dengan sebuah kata yang
sangat menyentuh “KELUAR” kata dosen gue ke gue. Akhirnya gue keluar dengan
sangat terpaksa. Saat itu gue pergi kekantin sambil menunggu teman gue keluar
dari kelas. Cukup lama gue menunggu akhirnya Ridwan dan Sintya selesai juga
kuliah hari ini.
“kenapa lo kok bisa telat?” kata Ridwan sambil tertawa.
“motor gue kehabisan minyak, harus dorong pula untuk
sampai ke Pombensin” kata gue sambil kesal.
“kenapa lo gak BBM gue biar gue bilang ke dosen kalau lo
datang telat, lo tau sendirikan kalau dosen yang ini disiplin banget” kata
Ridwan.
“iya betul tu wan”
kata Sintya sambil tertawa.
“paket BBM gue dah habis, pulsa pun gue gak punya” kata
gue dengan nada kesal.
“hahahaha... kasihan banget lo hari ini” kata Ridwan
sambil tertawa terbahak-bahak.
Selesai dari kantin biasanya
gue ,Ridwan dan Sintya langsung pulang. Ketika gue sampai di parkiran dari jauh
gue lihat motor gue sedikit rendah, sesampainya di sana, ternyata ban motor gue
bocor. ‘sial amat gue hari ini, entah apa salah gue sehingga berturut-turut gue
mendapat cobaan’ kata gue dalam hati. Untung saja bengkel motor tidak jauh dari
kampus gue. Akhirnya siang yang sangat panas itu, gue harus mendorong motor lagi.
sesampai di bengkel ternyata motor gue benar-benar bocong, mau tidak mau
akhirnya ditambal ban yang bocor itu. ketika gue mau bayar, ternyata di dompet
gue cuma ada uang 5000rb saja, pada hal biaya nambal ban itu 10.000rb. awalnya
gue benar-benar bingung tapi untung saja gue ingat dengan Ridwan. Pada saat itu
gue langsung nelpon Ridwan supaya bisa datang kebengkel dan pinjam uang dia.
Namun, ternyata gue baru ingat kalau pulsa gue habis. Mau tidak mau akhirnya
gue pinjam hp tukang tambal ban. Untung saja tidak mendapat tambahan biaya.
Ridwan memang penyelamat gue kalau soal uang, walau dia minjamin dengan wajah
yang berlipat-lipat alias cemberut, tapi yang penting gue bisa bayar biaya
tambal ban. Sesampainya dirumah, gue benar-benar ngerasain perjuangan untuk
pergi dan pulang kampus. Saat itu gue langsung baring di kamar, capek yang luar
biasa membuat gue langsung tertidur, tanpa sempat makan atau pun mandi.
Keesokan harinya gue tidak telat lagi, gue datang cepat.
Namun, gue di tegur dosen karena berbicara di kelas. Kalau yang di bahas itu
soal cewek atau soal uang sih tidak apa-apa, tapi pembahasan yang membuat gue
di tegur itu adalah masalah monyetnya si Ridwan. Ridwan mengajak gue untuk
melihat monyetnya yang katanya sudah dewasa. ‘dari mana pula dia bisa tau kalau
monyetnya sudah dewasa, atau mungkin dia saudaranya monyet, tapi kalau dia
saudara monyet berarti gue selama ini berteman sama monyet dong’ kata gue dalam
hati. Akhirnya setelah pulang kuliah gue langsung menuju rumah Ridwan.
Sesampainya dirumah Ridwan, gue langsung di sambut oleh monyetnya.
“ini monyet yang dulu tu wan?” kata gue.
“iya, udah besarkan” kata Ridwan sambil gendong tu
monyet.
“kalau lo gendong tu monyet, gue jadi bingung yang mana
monyetnya yang mana lo-nya wan” kata gue sambil tertawa.
“kurang ajar lo, gue ngajak lo kerumah gue karena gue
minta tolong temanin gue buat carikan monyet gue ini pacar” kata Ridwan.
“gila lo, emangnya gue ini Mak Comlang ya minta
cari-carikan pacar, jangan kan untuk monyet untuk gue aja belum dapat wan. Lagi
pula lo aja belum dapat pacar tu” kata gue sambil nyindir Ridwan.
“kalau lo sih emang gk akan dapat-dapat karena lo sering
hutang terus gak modal, kalau gue sih entar ada tu yang datang karena gue kan
lebih cakep dari lo” kata Ridwan dengan sombongnya.
“sombong amat lo wan, awas aja kalau gue dapat pacar”
kata gue sambil kesal.
“sabar-sabar gue Cuma becanda, jadi gk lo bantu gue nyari
pacar buat monyet gue?” kata Ridwan.
“oke-oke, mau cari dimana ?” kata gue.
“di pasar hewan aja kita cari” kata Ridwan.
Hari itu gue dan Ridwan
pergi ke pasar hewan untuk mencarikan pacar untuk adeknya Ridwan (Monyetnya).
Sesampai di pasar gue benar-benar bingung, bagaimana mencarikan monyet betina
yang cocok untuk monyetnya Ridwan. Tapi Ridwan seakan memahami bahasa monyet
sehingga dia tau monyet betina yang tepat. Karena sudah mendapatkan apa yang
diinginkan, akhirnya gue dan Ridwan pulang dengan membawa monyet betina..
“lo yakin monyet betina ni cocok dengan monyet jantan lo
wan?” kata gue.
“tenang aja monyet gue pasti mau kok” kata Ridwan sambil
melepaskan monyet betinanya di dalam kandang yang sama dengan monyet jantannya.
‘gue benar gak nyangka kalau teman gue ini punya keahlian
dalam membaca hati monyet’ kata gue dalam hati. Hari itu gue langsung pulang
kerumah gue karena tugas gue sudah selesai.
Keesokan harinya di kampus Ridwan menceritakan tentang
monyetnya. Malahan hampir setiap hari di kampus yang selalu dia bahas adalah tentang
monyetnya. Sampai bosen gue dengarin Ridwan yang selalu cerita tentang
monyetnya.
“gue senang sekali lihat monyet gue ki, monyet gue
sekarang udah akrab, gue rasa sih mereka udah saling suka ni” kata Ridwan
dengan senangnya.
“udah hampir seminggu lo bahas tentang monyet lo wan, apa
gak ada yang lain yang bisa lo bahas wan” kata gue dengan kesalnya.
“betul ki, gue sampai malas buat ikut makan di kantin
karena lo selalu bahas monyet lo terus” kata Sintya dengan nada kesal ke Ridwan.
“iya-iya maaf, gue senang sekali lihat monyet gue senang”
kata Ridwan dengan senangnya.
“senang sih senang tapi gak gini-gini juga wan, tiap hari
yang di bahas monyet lo terus” kata gue.
Hari itu pembicaraan
kami tetap membahas tentang monyetnya Ridwan. Hari demi hari kebiasaan gue tetap
sama, kuliah, kekantin, dan dengarin cerita Ridwan tentang peliharaan
kesayangannya. Tapi suatu hari ketika gue, Sintya dan Ridwan lagi di kantin,
tiba-tiba dia meminta gue dan Sintya datang kerumah dia.
“kalian berdua datang ya kerumah gue habis makan ini ya”
kata Ridwan dengan wajah cemas.
“emang kenapa wan?” tanya gue.
“pokoknya datang aja, penting ni” jawab Ridwan semakin
serius.
“oke-oke gue sama Sintya akan kerumah lo habis ini” kata
gue.
“tapi gue ada janji ni sama teman gue” kata Sintya.
“sebentar aja tya, gue mohon datang sebentar aja” kata
Ridwan seakan ada sesuatu yang sangat penting.
Akhrinya setelah makan
di kantin gue dan Sintya berangkat menuju rumah Ridwan tidak lupa dengan
Ridwannya juga. sesampainya di rumah Ridwan , dia langsung membawa gue dan
Sintya kebelakang rumahnya.
“kenapa buru-buru wan, emangnya ada apa?” tanya Sintya
sambil berlari kebelakang rumah Ridwan.
“bukan apa-apa gue Cuma mau lihatin kalian berdua anak
monyet gue” kata Ridwan sambil tertawa. Pada saat itu juga gue dan Sintya terdiam
dan keadaan tiba-tiba hening sejenak. Krik....krik..krik...krik... bunyi
jangkrik sangkin heningnya suasana disana.
“jadi lo ngajak gue kesini Cuma buat lihat anak monyet lo
wan” kata gue dengan nada emosi.
“maaf lah gue, masalahnya kalau gue gak kayak gini, lo
dan Sintya mana kan mau kesini” kata Ridwan dengan nada menyesal.
“gue sampai membatalkan janji gue sama teman gue wan, gue
kira ada apa, ternyata hanya untuk ngelihat anak monyet lo” kata Sintya dengan
emosinya.
“gue benar-benar minta maaf, karena udah sampai, jadi ini
dia anak monyet gue’ kata Ridwan sambil gendong tu anak monyet. Awalnya gue dan
Sintya benar-benar kesal, marah lihat tingkah laku Ridwan. Namun, setelah gue
melihat anak monyetnya yang imut-imut, perasaan kesal gue mulai
berangsur-angsur hilang.
“boleh gue gendong wan” kata Sintya.
“masa lo mau gendong gue tya” kata Ridwan sambil tertawa.
“bukan gendong lo, tapi gendong tu monyet kecil” kata
Sintya.
Akhrinya semua jadi
senang, Ridwan senang sudah pamer anak monyetnya, gue dan Sintya senang bisa gendong monyet kecil punya Ridwan.
mungkin Ridwan gagal dalam merasakan indahnya cinta. Namun, dia berhasil
menghadirkan cinta untuk makhluk lain yaitu MONYETNYA. Cinta tidak hanya bisa
dirasakan oleh manusia saja, setiap makluk hidup memiliki perasaan karena itu
cinta bisa datang kesiapa saja yang memiliki perasaan termasuk seekor monyet
sekali pun. Sejak memiliki seekor anak monyet, Si monyet jantan dan monyet
bertina akhirnya hidup bahagia selamanya.
Penulis : Yoki Merkuri
Twitter : @yoki_ym
Email :
Coretan_ku@yahoo.com
No comments:
Post a Comment