Thursday, 17 July 2014

Cinta Monyet

Cinta Monyet
           
            Kata orang cinta itu indah, kata hati cinta itu susah di tebak, kata gue cinta itu gila. Jadi kalau anda melihat orang gila di jalan, orang itu gila karena cinta. Banyak orang merasakan yang namanya cinta. bagi beruntung dapat indahnya yang sial dapat sakit cinta. Tetapi ingat jangan terlalu berlebihan dalam mencintai, karena sesuatu yang berlebihan itu tidak baik.
            Teman adalah seseorang yang ada buat kita. Ketika tidak ada uang bisa minjam ke teman, ketika emosi bisa dilampiaskan ke teman, ketika tidak punya pacar bisa rebut pacar teman dan masih banyak lagi arti pertemanan. Gue punya teman yang namanya Ridwan. Gue dan Ridwan sudah 3 tahun berteman, hanya berteman tidak akan pernah menjadi lebih (pacaran). Selama pertemanan, gue selalu minta tolong sama Ridwan, karena Ridwan termasuk ke dalam kasta orang kaya (orang ber-uang) jadi gue sesekali minjam uangnya Ridwan.
            ”wan, lo kan tau gue belum sarapan, gue tau lo pasti sudah sarapan, jadi begini wan, kita kan sudah lama berteman, apa lo mau gue nanti sakit karena tidak sarapan?”kata gue sambil berbasa-basi.
            “emangnya gue pikirin, mau sakit lo mau gak gue gak peduli” kata Ridwan seakan tau teknik minjam uang gue.
            “lo gitu banget wan, ya sudah gue minjam uang dong buat makan, 10rb jadi lah, kalau gue punya uang gue ganti kok” kata gue sambil maksa minjam uang ke Ridwan.
            “hutang lo yang dulu-dulu aja belum lo bayar” kata Ridwan dengan nada kesal.
            “bukan gue gak mau bayar wan, tapi tiap gue minjam gue udah bilang, kalau gue punya uang gue akan bayar tu hutang. Tapi kan kenyataannya gue gak punya uang sekarang” kata gue dengan nada sedih.
            “bukan sekarang tapi setiap hari lo memang gak punya uang” kata Ridwan sambil marah.
            “tu lo tau, berarti bukan gue gak mau bayar tapi karena gue tidak pernah punya uang” kata gue meyakinkan Ridwan.
            “ya udah ni uangnya ingat dibayar tu”  kata Ridwan sambil ngasih uang ke gue.
            “TERIMAKASIH teman terbaikku”  balas gue sambil muji-muji Ridwan agar senang.
Akhirnya gue jadi sarapan juga. Tentu saja gue makan sama Ridwan biar nanti siapa tau ada yang kurang, jadi bisa gue minta Ridwan yang nambahin uangnya. Selesai sarapan, gue dan Ridwan pergi menuju ruang kelas untuk kuliah. Gue mahasiswa fakultas psikologi, menjadi seorang psikolog butuh teknik berbicara yang luar biasa, jadi untuk belajar teknik psikolog gue selalu jadikan si Ridwan sebagai bahan uji coba gue. Caranya mudah, gue coba untuk meminjam uang ke dia kalau berhasil berarti teknik gue lulus, kalau tidak harus gue permantap lagi. setiap hari gue selalu merepotkan si Ridwan, tapi untung saja dia masih mau berteman sama gue.
            Suatu hari yang cerah dihiasi langit biru, gue pergi kuliah mengendarai motor gue. Sesampainya di kampus gue masuk kelas dan ketika itu gue duduk di sebelah Ridwan, biasanya ketika gue datang dianya selalu minta hutang-hutang ke gue. Namun, hari itu dia diam saja seakan memikirkan sesuatu.
            “ada apa wan dari tadi menung aja?” tanya gue.
            “gak papa” jawab Ridwan dengan nada pelan.
            “yakin gak papa, biasanya lo gak pernah seperti ini” tanya gue.
            “hari ini gue lagi gak mud aja” jawab Ridwan.
            “apa gue ada salah ke lo?” tanya gue.
            “kalau salah sih banyak, tapi bukan itu yang buat gue jadi gak mud” jawab Ridwan.
            “jadi apa wan, cerita lah keteman mu ini” kata gue.
            “besok aja lah ya” kata Ridwan.
Saat itu gue ditegur oleh dosen karena gue berbicara di kelas. Hari ini gue kekantin hanya sendirian saja, Ridwan sehabis jam kuliah tadi langsung pulang dan gue masih penasaran apa yang membuat dia seperti ini.
            Keesokan hari nya masih sama, si Ridwan masih diam dan termenung di kelas, tapi tetap gue bertanya kenapa dia seperti itu. Namun, jawaban yang gue dapat tetap sama seperti kemarin juga. hari ini gue tidak ke kantin, sejak teman gue si Ridwan jadi manusia yang suka menung, gue pun tidak punya mud untuk beraktivitas sepulang kuliah. Ketika gue menuju ke parkiran, teman gue yang bernana Sintya menghampiri gue.
            “hy ki, tunggu sebentar” teriak Sintya sambil berlari ke arah gue.
            “ada apa Sintya?” tanya gue.
            “gue Cuma mau bilang, kalau teman lo si Ridwan itu lagi galau” jawab Sintya.
            “galau kesiapa dia ?” tanya gue.
            “dia galau ke teman gue yang bernama Risa” jawab Sintya.
            “Risa siapa ?, perasaan gue dikelas gak ada tu yang namanya Risa” kata gue.
            “Risa itu bukan mahasiswi fakultas psikologi, tapi mahasiswi fakultas ekonomi” jawab Siska.
            “oo.., pantas aja si Ridwan sekarang berubah banget, tapi dia galau kenapa tu tya, apa karena cintanya ditolak ?” tanya gue.
            “mana gue tau, lo tanya aja sendiri ke teman lo, ya udah gue mau pergi dulu” jawab Sintya lalu pergi menuju ke arah motornya.
 Saat itu gue mulai tenang, karena gue sudah tau penyebab kenapa teman gue bisa jadi pendiam seperti sekarang ini. Ridwan itu tipe orang yang suka mengganggu, hobi berbicara di kelas, dan tidak mau diam. Jadi, kalau dia berubah seperti itu membuat gue benar-benar bingung.
            Keesokan harinya gue pergi ke kampus dengan semangat karena gue mau ketemu Ridwan dan mau nanya kenapa dia galau. Sesampainya di kampus gue langsung duduk di sebelah teman gue Ridwan.
            “wan, gue tau lo kenapa beberapa hari ini jadi pendiam” kata gue.
            “jangan sok-sok tau” kata Ridwan dengan santainya.
            “lo suka sama Risa kan?” kata gue.
            “tau dari mana lo” jawab Ridwan dengan terkejutnya.
            “gak penting tau dari mana yang penting sekarang lo kenapa jadi pendiam gini, lo gak di tolak dia kan ?” tanya gue.
Sebelum pertanyaan gue di jawab , gue di tegur dosen lagi dan mau tidak mau gue diam seperti batu sungai. Ketika jam kuliah selesai Ridwan menghampiri gue.
            “lo tau dari mana?” tanya Ridwan.
            “gak penting tau dari mana, lo kenapa?, gak di tolak kan wan ?” tanya gue.
            “gue gak di tolak, gue Cuma lagi bingung gimana dekatin tu cewek, karena yang gue tau banyak mahasiswa yang naksir dia” jawab Ridwan dengan nada sedih.
            “lo jangan mau menyerah, gue yakin lo bisa” kata gue sambil memberi dia semangat.
            “kalau gitu lo bantu gue ya?” tanya Ridwa.
Awalnya gue tidak mau membantu karena tidak mau terlibat dalam masalah orang, tapi karena Ridwan teman gue dan memang dulu gue sering minta bantuan dia, akhirnya gue mau bantu teman gue ini. Malam harinya gue mulai menjalankan tugas gue sebagai pencari informasi tentang Risa cewek yang Ridwan suka. Awalnya gue bingung gimana mencari informasi tentang Risa sedangkan gue tidak kenal sama yang namanya Risa. Malam itu gue benar-benar pusing mikirin itu. Namun, tiba-tiba gue ingat kalau Sintya adalah teman dekat Risa. Saat itu juga gue langsung BBM Sintya dan gue jelasin maksud gue itu supaya tidak terjadi kesalah pahaman. Akhirnya malam itu Sintya mau bantu gue.
            Keesokan harinya, gue datang ke kampus terus langsung masuk ke kelas dan Ridwan langsung menanyakan informasi tentang Risa. Karena gue dapat informasi dari sahabat Risa, jadi pada saat itu gue punya data yang hampir lengkap tentang Risa. Akhirnya sudah sekian lama baru kali ini gue lihat Ridwan tertawa lagi. gue senang melihat itu karena kalau dia senang gue bisa pinjam uang dia lagi. ketika asik bercerita, tiba-tiba datang seorang cewek yang tau dengan apa yang kami berdua bahas, cewek itu adalah Sintya, sahabat Risa.
            “hy, nampaknya ada yang lagi senang ni” kata Sintya sambil menyindir Ridwan.
            “iya ni tya, baru senang dia hari ini” kata gue sambil tertawa.
            “sok-sok tau lo tya, emang lo tau gue senang kenapa?” tanya Ridwan.
            “dia sudah tau wan,yang ngasih informasi saja dia, tya itu sahabat Risa, jadi gue rasa tya bisa bantu lo” kata gue’
            “kalau gitu lo maukan bantu gue tya?” tanya Ridwan ke Sintya.
            “gimana ya....., oke deh gue akan bantu lo wan” jawab tya sambil tertawa.
Seperti biasa setelah jadwal kuliah selesai gue dan Ridwan pergi ke kantin dan kali ini Sintya juga ikut bersama kami.
            “karena lo sekarang udah terlihat ceria jadi makan dikantin hari ini gue yang bayarin” kata gue.
            “masa iya lo mau bayarin, hutang lo aja belum lo bayar” kata Ridwan seakan tidak percaya.
            “ya udah lah wan, kalau dia mau bayarin gak papa lah, kapan lagi dia mau bayarin kita” kata Sintya.
            ”ya udah, sini uang kalian biar nanti gue yang bayarin” kata gue sambil meminta uang ke Ridwan dan Sintya.
            “ha..,” teriak Sintya “ kata lo, lo yang mau bayarin gimana ni” kata Sintya dengan kesal.
            “iya gue akan bayarin tapi kan gue gak bilang kalau bayarnya pakai uang gue, gue Cuma bilang nanti gue yang bayarin” kata gue sambil tertawa.
            “apa gue bilang, dia mana mau bayarin kita, kalau pun dia bayarin kita paling-paling itu uang dari pinjam sama gue” kata Ridwan dengan nada santainya karena dia sudah atau gimana sifat gue.
Hari itu akhirnya gue yang bayarin, tapi Cuma bayarin sedangkan uangnya ya pakai uang masing-masing.
            Malam harinya gue BBMan sama Sintya membicarakan soal masalah Ridwan.
            “sepertinya banyak yang naksir Risa ki” kata Sintya dalam BBMnya
            “gue juga tau sih tya, tapi gak mungkin kan kita menyerah, kita udah berjanji kan ke Ridwan” kata gue dalam ketikan BBM gue.
            “lo tau dari mana?, iya gue gak akan menyerah kok, kita harus berusaha semampu kita” kata Sintya sambil memberi semangat dalam ketikan BBM.
            “tapi lo yang baru saja ngasi tau, oke kalau gitu, kita harus berusaha” kata gue dalam ketikan BBM.
Malam itu gue trus BBMan sama tya sampai salah satu dari kami ketiduran.
            Pagi telah tiba seperti biasa gue harus pergi kuliah. Sesampai di kampus Ridwan langsung menghampiri gue.
            “gimana ki, lo ada informasi tentang Risa?” tanya Ridwan sambil berjalan menuju kelas.
            “belum ada, lo gimana?, udah dekat dengan Risa?’ tanya gue ke Ridwan.
            “dekat sih belum, tapi gue udah sering BBMan sekarang, dan dia orangnya asik juga” jawab Ridwan dengan senangnya.
            “bagus lah tu, tinggal lo nya aja lagi yang harus benar-benar dekat dengan dia” kata gue ke Ridwan.
            “oke sip, gue akan berusaha dekat dengan dia walau banyak yang naksir dia” kata Ridwan dengan nada semangat.
Sesampainya di kelas Sintya langsung menghampiri kami.
            “gimana wan? Lo udah dekat sama Risa?” tanya Sintya sambil duduk di sebelah gue.
            “tenang aja, gue akan berusaha kok buat dekat sama Risa” kata Ridwan.
            “baguslah, karena yang naksir dia itu banyak wan” kata Sintya.
            “iya gue tau, gue akan semangat kok” kata Ridwan ke Sintya.
Hari itu gue di kelas tidak ngobrol-ngobrol lagi sehingga dosen tidak menegur gue. Biasanya sehabis kuliah gue dan Ridwan akan pergi kekantin, tapi kali ini Ridwan meminta gue agar menemaninya ke Fakultas Ekonomi. Ketika itu gue tau, kalau dia pasti ingin bertemu dengan Risa, mau tidak mau gue temanin Ridwan. Sesampainya di Fakultas Ekonomi, Ridwan langsung BBM Risa dan menanyakan dimana dia berada. Setelah beberapa menit mencari, akhirnya gue dan Ridwan berhasil bertemu dengan Risa. Risa cewek yang putih, cantik,baik,kaya dan kata Sintya dia mahasiswi yang pintar, jadi tidak salah kalau yang naksir dia itu banyak. Kebetulan Sintya juga ada disana, pada saat itu gue dan Sintya pergi dan membiarkan Ridwan dan Risa ngobrol berdua.
            “semoga mereka bisa lebih dekat ya tya” kata gue sambil duduk berdua di taman depan Fakultas Ekonomi tidak jauh dari Ridwan berada.
            “iya, karena sejak ngurus mereka tugas-tugas gue banyak yang belum siap” kata Sintya dengan nada sedikit sedih.
            “sama gue juga, padahal tugas banyak, pakek banget malah” kata gue membenarkan perkataan Sintya.
Kalau orang sudah jatuh cinta teman pun akan dilupakan, begitulah yang terjadi pada gue dan Sintya, gue benar-benar menunggu Ridwan berjam-jam, di BBM di cuekin, di telpon tidak di angkat, pada hal gue sudah mau pulang kerumah. Akhirnya gue menghampiri Ridwan , begitu juga Sintya menghampiri Risa.
            “wan dosen baru sms gue, katanya ada jadwal hari ini” kata gue agar dia mau pulang.
            “masa iya” kata Ridwan dengan santainya.
            “iya wan, ayuk lah nanti kita bisa telat” kata gue sambil maksa Ridwan untuk pergi.
            “nanti saja lah, kita gak akan telat” kata Ridwan.
            “gak papa kok Ridwan, kuliah aja dulu, kita kan bisa BBMan nanti malam” kata Risa dengan nada yang lembut.
            “tu kata Risa aja gak papa, ayuk lah” kata gue sambil narik Ridwan.
Dengan berat hati akhirnya si Ridwan mau untuk pergi. Sesampai di parkiran gue bilang ke Ridwan kalau gue hanya berbohong.
            “kita gak ada jadwal hari ini, gue Cuma mau pulang saja, karena kalau gue tinggalin lo entar lo kira gue teman yang tidak setia, makanya gue nunggu lo. Tapi gue tunggu lo lama banget cerita sama Risa jadi ya gue harus gunakan alasan itu tadi” kata gue.
            “iya-iya sorry, habisnya nyaman banget dekat dengan Risa tu” kata Ridwan dengan senyum-senyum.
Hari itu gue merasa capek banget, bukan karena banyak kegiatan. Namun, karena terlalu lama menunggu orang yang lagi gila karena cinta. Setelah sampai di rumah gue langsung masuk kekamar dan langsung tidur. Malam harinya pun gue tetap tidur sampai bunyi BBM pun tidak gue dengar.
            Keesokan harinya ketika gue baru bangun tidur, gue terkejut ketika gue lihat hp ternyata banyak BBM dari Sintya dan gue rasa nanti di kampus dia pasti marah sama gue karena BBM nya tidak di balas. Akhirnya pada saat itu gue bergegas menuju kampus supaya tidak telat datang. Sesampainya di kampus, gue langsung menghampiri Sintya dan gue langsung jelasin kenapa gue tidak balas BBM dia. Awalnya di marah, tapi lama-lama dia bisa mengerti dengan penjelasan gue.
            Hari demi hari gue selalu menemani Ridwan untuk bertemu Risa setiap pulang kuliah, tapi itu hanya berlangsung selama satu minggu setelah itu Ridwan tidak pernah mengajak gue untuk bertemu dengan Risa lagi. jangan kan mengajak gue untuk bertemu Risa untuk makan kekantin pun dia tidak pernah lagi. cinta itu terkadang melupakan hari, melupakan bulan, tahun ,waktu, bahkan melupakan teman. Kini Ridwan mulai menjauh sama gue. Namun, itu tidak apa-apa karena ada Sintya yang beberapa hari ini mau menemani gue makan di kantin. Kali ini gue makan di kantin dengan uang gue, tidak mungkin gue minta bayarin Sintya.
            “sekarang Ridwan sudah sombong ya tya” kata gue sambil makan di kantin.
            “iya Risa juga, sekarang dia sudah susah diajak kemana-mana, kalau dulu dia selalu ikut gue, sekarang dia terlalu banyak alasan untuk menolak ajakan gue” kata Sintya dengan nada sedih.
            “itu lah cinta, kalau lagi bahagianya lupa sama orang terdekat” kata gue.
            “tapi gak apa lah, yang penting tugas kita selesai” kata Sintya.
            “emangnya mereka udah pacaran ?” tanya gue.
            “gue juga gak tau, tapi sepertinya udah” jawab Sintya.
Hari itu gue ditemani makan oleh Sintya dan setelah itu Sintya meminta gue untuk menemaninya membeli buku di toko buku. Asik juga namun terkadang sesuatu yang mengasikkan itu cepat berlalu. Sesampai dirumah gue coba buat BBM Ridwan untuk menanyakan apa dia sudah jadian apa belum. Namun, dia tidak ada membalas BBM gue.
            Keesokan harinya ketika di kampus, gue mencoba untuk menanyakan kabar hubungan Ridwan dengan Risa.
            “gimana kabar lo sama Risa wan ?” tanya gue sambil duduk di samping Ridwan.
            “baik-baik aja” jawab Ridwan dengan santainya.
            “lo belum jadian wan?” tanya gue.
            “belum lagi, kalau jadian gue kasih tau lo” kata Ridwan dengan senangnya.
            “oo.. tapi gue lihat sudah seperti orang pacaran ya” kata gue.
            “perasaan lo aja tu, tenang aja kalau gue udah jadian gue akan kasih tau lo bahkan akan gue traktir lo, jadi tenang aja” kata Ridwan.
            “iyalah kalau gitu. Tapi lo sekarang udah sombong ya wan” kata gue.
            “sombong gimana ?” kata Ridwan.
            “ya, lo sekarang udah lupa sama gue dan Sintya. Sekarang lo sibuk sendiri, diajak makan di kantin udah gk mau, di BBM lo cuekin, udah berubah lo wan” kata gue dengan nada sedikit kecewa.
            “perasaan lo aja tu, gue biasa aja kok” kata Ridwan dengan santainya tanpa tidak merasa tersindir.
Walau sudah gue coba bicara tentang sikap Ridwan yang lupa terhadap teman yang membantunya. Namun, dia tidak peduli dengan apa yang gue katakan itu. sejak saat itu gue sudah jarang duduk disebelahnya lagi. gue mau lihat apa dia bisa bertahan tanpa seorang teman.
            Hari demi hari gue tidak memperdulikan dia, bahkan apa bila berpapasan gue tidak pernah memanggil Ridwan. Suatu hari ketika berada di kampus Ridwan mendatangi gue.
            “hy ki, boleh gue duduk di sebelah lo” tanya Ridwan.
            “boleh-boleh aja” jawab gue.
            “gue minta maaf ya udah egois sama lo, gue lupa kalau tanpa lo dan Sintya gue gk akan bisa dekat sama Risa” kata Ridwan dengan nada sedih.
            “iya gak papa” kata gue.
Tidak lama setelah itu datang lah Sintya yang langsung duduk di sebelah gue. Sintya duduk dengan diam  saja disebelah gue, mungkin karena dia masih marah sama Ridwan.
            “lo marah ya sama gue tya ?” tanya Ridwan.
            “gak tu, buat apa juga gue marah-marah sama lo, gak penting banget” kata Sintya dengan nada emosi.
            “gue minta maaf ya sama kalian berdua karena udah egois, gue beneran minta maaf, tolong maafin gue” kata Ridwan dengan nada yang benar-benar seakan menyesal.
            “iya gue maafin” kata gue.
            “gue juga” kata Sintya,
            “kenapa lo kelihatannya sedih banget” tanya gue.
            “cinta gue gak diterima Risa” jawab Ridwan dengan sedihnya.
Saat itu untung saja dosen tidak jadi datang dan akhirnya gue dengarin semua cerita cinta Ridwan. Ternyata cinta Ridwan di tolak oleh Risa, selama ini Ridwan hanya dianggap sebagai abang oleh Risa. Hari itu Ridwan galau setengah mati, menung seperti orang gila, lemas seperti orang tidak makan sebulan. Hari itu gue dan Sintya menenangkan Ridwan supaya tidak menangis atau pun tidak bunuh diri. Seperti anak kecil yang merajuk gue dan Sintya susah menenangkan Ridwan. Pusing pasti pusing namun lama-lama Ridwan mulai sedikit tenang dan akhirnya dia pulang untuk lebih menenangkan dirinya.
            Keesokan harinya Ridwan terlihat sedikit lebih baik dari kemarin.
            “gimana keadaan lo wan?” tanya gue.
            “gue baik-baik aja, tenang aja gue dah bisa ikhlas” kata Ridwan dengan santainya.
            ‘makan apa tu Ridwan bisa ngilangin galau dalam waktu singkat’ kata gue dalam hati.
            “ya udah wan kita kuliah dulu nanti kita bahas masalah lo dari pada entar gue kenak semprot dosen lagi” kata gue sambil ngambil buku di dalam tas.
Hari itu gue dan Ridwan kekantin, seperi biasa makan Ridwan yang bayarin. Tidak lama gue makan tiba-tiba Sintya datang.
            “wah makan gak ngajak-ngajak ya” kata Sintya yang duduk di sebelah gue.
            “bukan gak ngajak-ngajak, lo tu entah kemana”  kata gue.
            “gimana wan  keadaan lo?” tanya Sintya.
            “galau gue udah sedikit berkurang, oiya kalian berdua mau nemanin gue beli peliharaan gak, biar ada yang gue urus biar galau gue bisa cepat ilang” kata Ridwan.
            “memangnya mau beli peliharaan apa lo wan?” tanya gue sambil sedikit bingung dengan idenya Ridwan.
            “belum tau, liat aja nanti, jadi kalian mau gak nemanin gue?” tanya Ridwan.
            “kalau gue oke-oke aja” kata gue.
            “aduh, maaf ya wan gue ada belajar kelompok” kata Sintya sambil meminta maaf.
            “iya gak apa tya” kata Ridwan dengan santainya.
Selesai dari kantin gue dan Ridwan langsung menuju pasar hewan yang berada di jalan Durian. Sesampainya disana Ridwan langsung bingung, ketika dia melihat berbagai macam jenis binatang yang di jual, mulai dari burung, sampai ke reptil. Namun, sewaktu gue dan Ridwan asik melihat-lihat binatang-binatang, ternyata Ridwan berhenti tiba-tiba.
            “ada apa wan, udah ketemu binatang yang mau lo beli?” tanya gue.
            “udah ini dia ‘ jawab Ridwan sambil menunjuk kekandang monyet. Saat itu bingung, kenapa dia memilih monyet pada hal banyak sekali binatang yang cantik-cantik yang keren-keren, tapi tidak apa lah yang memeliharakan Ridwan bukan gue. Akhirnya gue dan Ridwan pulang dengan membawa seekor monyet jantan yang kata penjualnya berusia remaja.
            Pagi mulai datang matahari selalu terlihat cerah, gue berangkat ke kampus dengan mengendarai motor. Ketika setengah jalan motor gue mogok, gue kira busi motor gue yang kotor, jadi gue minggirkan motor gue dari tengah jalan, terus gue buka tu busi motor gue, ketika itu gue lihat businya tidak apa-apa, jadi gue pasang lagi busi motor itu. Gue coba hidupin motor gue. Namun, tidak hidup juga, saat itu gue benar-benar bingung dan malu karena orang ngelihatin gue, apa karena gue cakep atau karena gue terlihat seperti orang aneh yang bongkar-bongkar motor di tepi jalan. Cukup lama gue kebingungan sampai akhirnya gue coba untuk melihat tangki motor gue dan ternyata minyak motor gue yang habis. Capek-capek bongkar-bongkar busi ternyata penyebab motor gue mogok adalah minyak yang habis. Mau tidak mau gue akhirnya mendorong motor ke Pombensin terjauh karena yang terdekat tidak ada.
            Perjuangan hari ini tidak selesai sampai disitu saja, sesampainya gue di kampus, walau gue terlambat gue tetap masuk kekelas, sesampainya di kelas gue langsung di sambut dosen dengan sebuah kata yang sangat menyentuh “KELUAR” kata dosen gue ke gue. Akhirnya gue keluar dengan sangat terpaksa. Saat itu gue pergi kekantin sambil menunggu teman gue keluar dari kelas. Cukup lama gue menunggu akhirnya Ridwan dan Sintya selesai juga kuliah hari ini.
            “kenapa lo kok bisa telat?” kata Ridwan sambil tertawa.
            “motor gue kehabisan minyak, harus dorong pula untuk sampai ke Pombensin” kata gue sambil kesal.
            “kenapa lo gak BBM gue biar gue bilang ke dosen kalau lo datang telat, lo tau sendirikan kalau dosen yang ini disiplin banget” kata Ridwan.
            “iya betul tu  wan” kata Sintya sambil tertawa.
            “paket BBM gue dah habis, pulsa pun gue gak punya” kata gue dengan nada kesal.
            “hahahaha... kasihan banget lo hari ini” kata Ridwan sambil tertawa terbahak-bahak.
Selesai dari kantin biasanya gue ,Ridwan dan Sintya langsung pulang. Ketika gue sampai di parkiran dari jauh gue lihat motor gue sedikit rendah, sesampainya di sana, ternyata ban motor gue bocor. ‘sial amat gue hari ini, entah apa salah gue sehingga berturut-turut gue mendapat cobaan’ kata gue dalam hati. Untung saja bengkel motor tidak jauh dari kampus gue. Akhirnya siang yang sangat panas itu, gue harus mendorong motor lagi. sesampai di bengkel ternyata motor gue benar-benar bocong, mau tidak mau akhirnya ditambal ban yang bocor itu. ketika gue mau bayar, ternyata di dompet gue cuma ada uang 5000rb saja, pada hal biaya nambal ban itu 10.000rb. awalnya gue benar-benar bingung tapi untung saja gue ingat dengan Ridwan. Pada saat itu gue langsung nelpon Ridwan supaya bisa datang kebengkel dan pinjam uang dia. Namun, ternyata gue baru ingat kalau pulsa gue habis. Mau tidak mau akhirnya gue pinjam hp tukang tambal ban. Untung saja tidak mendapat tambahan biaya. Ridwan memang penyelamat gue kalau soal uang, walau dia minjamin dengan wajah yang berlipat-lipat alias cemberut, tapi yang penting gue bisa bayar biaya tambal ban. Sesampainya dirumah, gue benar-benar ngerasain perjuangan untuk pergi dan pulang kampus. Saat itu gue langsung baring di kamar, capek yang luar biasa membuat gue langsung tertidur, tanpa sempat makan atau pun mandi.
            Keesokan harinya gue tidak telat lagi, gue datang cepat. Namun, gue di tegur dosen karena berbicara di kelas. Kalau yang di bahas itu soal cewek atau soal uang sih tidak apa-apa, tapi pembahasan yang membuat gue di tegur itu adalah masalah monyetnya si Ridwan. Ridwan mengajak gue untuk melihat monyetnya yang katanya sudah dewasa. ‘dari mana pula dia bisa tau kalau monyetnya sudah dewasa, atau mungkin dia saudaranya monyet, tapi kalau dia saudara monyet berarti gue selama ini berteman sama monyet dong’ kata gue dalam hati. Akhirnya setelah pulang kuliah gue langsung menuju rumah Ridwan. Sesampainya dirumah Ridwan, gue langsung di sambut oleh monyetnya.
            “ini monyet yang dulu tu wan?” kata gue.
            “iya, udah besarkan” kata Ridwan sambil gendong tu monyet.
            “kalau lo gendong tu monyet, gue jadi bingung yang mana monyetnya yang mana lo-nya wan” kata gue sambil tertawa.
            “kurang ajar lo, gue ngajak lo kerumah gue karena gue minta tolong temanin gue buat carikan monyet gue ini pacar” kata Ridwan.
            “gila lo, emangnya gue ini Mak Comlang ya minta cari-carikan pacar, jangan kan untuk monyet untuk gue aja belum dapat wan. Lagi pula lo aja belum dapat pacar tu” kata gue sambil nyindir Ridwan.
            “kalau lo sih emang gk akan dapat-dapat karena lo sering hutang terus gak modal, kalau gue sih entar ada tu yang datang karena gue kan lebih cakep dari lo” kata Ridwan dengan sombongnya.
            “sombong amat lo wan, awas aja kalau gue dapat pacar” kata gue sambil kesal.
            “sabar-sabar gue Cuma becanda, jadi gk lo bantu gue nyari pacar buat monyet gue?” kata Ridwan.
            “oke-oke, mau cari dimana ?” kata gue.
            “di pasar hewan aja kita cari” kata Ridwan.
Hari itu gue dan Ridwan pergi ke pasar hewan untuk mencarikan pacar untuk adeknya Ridwan (Monyetnya). Sesampai di pasar gue benar-benar bingung, bagaimana mencarikan monyet betina yang cocok untuk monyetnya Ridwan. Tapi Ridwan seakan memahami bahasa monyet sehingga dia tau monyet betina yang tepat. Karena sudah mendapatkan apa yang diinginkan, akhirnya gue dan Ridwan pulang dengan membawa monyet betina..
            “lo yakin monyet betina ni cocok dengan monyet jantan lo wan?” kata gue.
            “tenang aja monyet gue pasti mau kok” kata Ridwan sambil melepaskan monyet betinanya di dalam kandang yang sama dengan monyet jantannya.
            ‘gue benar gak nyangka kalau teman gue ini punya keahlian dalam membaca hati monyet’ kata gue dalam hati. Hari itu gue langsung pulang kerumah gue karena tugas gue sudah selesai.
            Keesokan harinya di kampus Ridwan menceritakan tentang monyetnya. Malahan hampir setiap hari di kampus yang selalu dia bahas adalah tentang monyetnya. Sampai bosen gue dengarin Ridwan yang selalu cerita tentang monyetnya.
            “gue senang sekali lihat monyet gue ki, monyet gue sekarang udah akrab, gue rasa sih mereka udah saling suka ni” kata Ridwan dengan senangnya.
            “udah hampir seminggu lo bahas tentang monyet lo wan, apa gak ada yang lain yang bisa lo bahas wan” kata gue dengan kesalnya.
            “betul ki, gue sampai malas buat ikut makan di kantin karena lo selalu bahas monyet lo terus” kata Sintya dengan nada kesal ke Ridwan.
            “iya-iya maaf, gue senang sekali lihat monyet gue senang” kata Ridwan dengan senangnya.
            “senang sih senang tapi gak gini-gini juga wan, tiap hari yang di bahas monyet lo terus” kata gue.
Hari itu pembicaraan kami tetap membahas tentang monyetnya Ridwan. Hari demi hari kebiasaan gue tetap sama, kuliah, kekantin, dan dengarin cerita Ridwan tentang peliharaan kesayangannya. Tapi suatu hari ketika gue, Sintya dan Ridwan lagi di kantin, tiba-tiba dia meminta gue dan Sintya datang kerumah dia.
            “kalian berdua datang ya kerumah gue habis makan ini ya” kata Ridwan dengan wajah cemas.
            “emang kenapa wan?” tanya gue.
            “pokoknya datang aja, penting ni” jawab Ridwan semakin serius.
            “oke-oke gue sama Sintya akan kerumah lo habis ini” kata gue.
            “tapi gue ada janji ni sama teman gue” kata Sintya.
            “sebentar aja tya, gue mohon datang sebentar aja” kata Ridwan seakan ada sesuatu yang sangat penting.
Akhrinya setelah makan di kantin gue dan Sintya berangkat menuju rumah Ridwan tidak lupa dengan Ridwannya juga. sesampainya di rumah Ridwan , dia langsung membawa gue dan Sintya kebelakang rumahnya.
            “kenapa buru-buru wan, emangnya ada apa?” tanya Sintya sambil berlari kebelakang rumah Ridwan.
            “bukan apa-apa gue Cuma mau lihatin kalian berdua anak monyet gue” kata Ridwan sambil tertawa. Pada saat itu juga gue dan Sintya terdiam dan keadaan tiba-tiba hening sejenak. Krik....krik..krik...krik... bunyi jangkrik sangkin heningnya suasana disana.
            “jadi lo ngajak gue kesini Cuma buat lihat anak monyet lo wan” kata gue dengan nada emosi.
            “maaf lah gue, masalahnya kalau gue gak kayak gini, lo dan Sintya mana kan mau kesini” kata Ridwan dengan nada menyesal.
            “gue sampai membatalkan janji gue sama teman gue wan, gue kira ada apa, ternyata hanya untuk ngelihat anak monyet lo” kata Sintya dengan emosinya.
            “gue benar-benar minta maaf, karena udah sampai, jadi ini dia anak monyet gue’ kata Ridwan sambil gendong tu anak monyet. Awalnya gue dan Sintya benar-benar kesal, marah lihat tingkah laku Ridwan. Namun, setelah gue melihat anak monyetnya yang imut-imut, perasaan kesal gue mulai berangsur-angsur hilang.
            “boleh gue gendong wan” kata Sintya.
            “masa lo mau gendong gue tya” kata Ridwan sambil tertawa.
            “bukan gendong lo, tapi gendong tu monyet kecil” kata Sintya.
Akhrinya semua jadi senang, Ridwan senang sudah pamer anak monyetnya, gue dan Sintya senang  bisa gendong monyet kecil punya Ridwan. mungkin Ridwan gagal dalam merasakan indahnya cinta. Namun, dia berhasil menghadirkan cinta untuk makhluk lain yaitu MONYETNYA. Cinta tidak hanya bisa dirasakan oleh manusia saja, setiap makluk hidup memiliki perasaan karena itu cinta bisa datang kesiapa saja yang memiliki perasaan termasuk seekor monyet sekali pun. Sejak memiliki seekor anak monyet, Si monyet jantan dan monyet bertina akhirnya hidup bahagia selamanya.

Penulis : Yoki Merkuri
Twitter : @yoki_ym
Email : Coretan_ku@yahoo.com

           



No comments:

Post a Comment

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...