Surat
Kepada Sang Pemimpin
Tahun 2015, kali ini menjadi tahun dimana gue beneran
ngerasain menjadi ikan yang di asapin. Hampir 3 bulan lamanya Kota gue dilanda
bencana kabut asap. Bencana ini cukup menyiksa masyarakat di kota gue. mau
ngungsi gak tahu kemana, mau minta bantuan Cuma di kasih masker, mau nutup
idung entar mati. jadi, kayak berurusan dengan cewek. ada aja salahnya. Apa
lagi setiap malam, gue harus nonton televisi berbarengan dengan nyamuk-nyamuk.
Katanya sih, mereka lagi ngungsi dari asap. Buat gue gak masalah kalau hanya
ngungsi. Tapi gak harus nyedot darah sama nyanyi-nyanyi di telingah gue. sejak
kabut asap ini, gue dan seluruh makhluk berhidung merasakan dampaknya. Lebih
kasihan lagi. hutan-hutan yang dibakar meninggalkan sisa kebakaran berupa
hewan-hewan yang tidak bersalah mati sia-sia.
Lalu, suatu malam. Gue kepikiran buat nelepon presiden.
tapi gue sadar, kalau gue gak punya pulsa. Jadi, akhirnya gue nulis surat
untuk presiden. Rencananya gue mau minta pendapat.
Kepada
Yth
Bapak
Presiden
di
tempat.
Dengan
hormat,
Selamat
malam pak, apa kabar? saya harap bapak baik-baik saja. kalau saya?, jangan di
tanya pak. Tentu saja saya tidak baik. Saya yakin kalau bapak sibuk sekali.
Bahkan bapak pasti tidak pernah nonton acara saya-kan? tentu saja, karena saya
tidak pernah masuk televisi. Bapak sudah tahu kalau film Sinchan sudah tidak di
tayangin lagi. pada hal, dulunya saya sering nonton itu. Tapi entah kenapa di
zaman sakarang ini film kartun banyak yang di larang tayang karena merusak
moral. Tapi sinetron cinta-cinta malah di perbanyak. Apa bapak bingung? sama,
saya juga. wah!, ternyata kita punya kesamaan.
Bapak masih bingung? apa lagi saya.
sebelumnya saya tidak pernah membuat surat. Kecuali, surat cinta buat senior.
Itupun karena di paksa ketika OSPEK. Jadi, maksud saya membuat surat ini adalah
mau minta pendapat bapak dengan bencana di kota saya. menurut bapak bagaimana?
Saya rasa bapak pasti tahu-kan kota saya. itu, kota yang kini diselimuti asap
yang tebal. Bahkan nyamuk-nyamuk saja sampai ngungsi kerumah saya. kalau nyamuk
saja ngungsi kerumah saya. terus saya harus ngungsi kemana? Apa kerumah bapak?
Tapi tidak perlu-lah pak, entar saya jadi malas pulang. Saya dengar bapak juga
sempat mampir ke kota saya. tapi kenapa bapak hanya melihat-lihat saja. bahkan
bapak tidak memakai masker. Apa asapnya seharum sate yang lagi dibakar atau
bapak sudah kebal terhadap asap? Kalau kebal, bagi tips agar tahan terhadap asap.
Masalahnya paru-paru saya ini tidak bisa bertahan lama kalau harus terus
menghirup udara yang hampir sepenuhnya adalah asap. Tidak bisa dibayanginkan ya
pak. apa lagi saya.
Bapak kenal rafi ahmad? Itu artis
yang sering nongol di televisi. Dia itu artis yang paling banyak di sorot oleh media
karena dia seorang artis yang terkenal dengan banyak acara yang ia bawakan.
Bapak pasti kenal kan? Saya yakin bapak kenal. Tapi apakan bapak kenal dengan
kota-kota yang kini juga sering di beritakan di berbagai media karena terkena
bencana asap? Oh! Iya, saya lupa. Kalau bapak selalu sibuk. Jadi, sebenarnya
bapak sibuk kenapa? Apa bencana di kota saya tidak masuk kedalam daftar
kesibukan bapak? Menurut bapak rafi ahmad itu ganteng gak?. Eh! Maaf pertanyaan
saya ngelantur. Jadi, kota tempat tinggal saya apakah berhak di asapin. Soalnya
ini kota pak, bukan ikan. Kalau ikan atau sate mah gak apa. Saya sendiri suka
sama asap. Tapi asap orang yang lagi bakar sate. Harumnya itu luar biasa. Pernah nyoba
menghirup asap orang yang lagi bakar sate pak? enggak ya, oh tidak masalah.
Tapi baunya nikmat banget pak. beda dengan asap yang kini menyerang kota saya.
lima menit aja bapak hirup. Lubang idung terasa mau nutup. Beneran pak. coba
main kesini.
Kini saya sudah tidak bisa melihat
langit biru, embun pagi, atau tetangga nyuci. Kabut mengiringi setiap langkah
masyarakat di kota saya. saya yakin, setiap pagi embun selalu membasahi kaca
mobil bapak. Tapi kami disini, setiap pagi selalu di kotori oleh debu dari asap
kebakaran hutan. Kalau bapak kira saya yang punya kebun dan hutan yang
terbakar? Bapak salah. Saya dan banyak masyarakat lain tidak memiliki kebun
atau hutan yang terbakar itu. saya hanya memiliki apa yang ada, udara segar,
langit biru dan terpaan cahaya matahari yang menyinari siang, sampai membuat
kulit saya belang. Kebakaran itu dilakukan oleh manusia yang egois. Untungnya
sendiri ruginya berbagi. Jadi, apakah bapak di pihak saya? Atau di pihak
manusia kaya perusak alam yang membakar hanya untuk kepentingan pribadi? Saya
sarankan lebih baik ikut saya aja pak. saya dan seluruh masyarakat di kota saya
tidak mau mati secara slow motion, perlahan-lahan gitu. Menghirup asap secara
terus menerus. Apakah bencana asap ini sudah bisa dikatakan bencana nasional? kapan
bencana ini dapat terselesaikan? Jangan tanya balik pak, saya juga gak tahu.
jangan tunggu kami berevolusi menjadi makhluk baru yang hanya hidup di udara
yang berasap. Gak lucu juga. nanti paru-paru kami berubah menjadi paru-paru
setengah insang setengah trakea. Terus kami berjalan kayak zombi kenak asam
urat. Lalu teriak-teriak “kemana presiden... kemana udara segar.... kemana rafi
ahmad dan nagita bulan madu....”.
Sekian surat dari saya, semoga bisa
menjadi bahan pertimbangan sekaligus informasi untuk setiap kebijakan di negera
ini. saya yakin bapak tidak kenal dengan saya. tentu saja, saya hanya
masyarakat biasa. Kemana-mana pergi naik motor, kalau habis bensin saya jalan.
Kalau lapar saya makan, kalau ngantuk saya tidur. kalau bapak saya yakin jarang
tidur, karena bapak selalu sibuk. Saya juga, tugas kuliah gak berhenti-henti
datang. semakin di buat semakin banyak. Saya sendiri heran. Maaf jadi curhat!.
Satu
hal lagi, apa bapak tahu alamat penerbit buku?
kalau tau kasih tau saya ya pak.
Hormat
saya,
Azka
Merkuri
Warga
negara yang baik, ganteng, peduli, dan cinta damai
No comments:
Post a Comment