Monday, 26 October 2015

Diary bukan Komedi

Surat Kepada Sang Pemimpin


            Tahun 2015, kali ini menjadi tahun dimana gue beneran ngerasain menjadi ikan yang di asapin. Hampir 3 bulan lamanya Kota gue dilanda bencana kabut asap. Bencana ini cukup menyiksa masyarakat di kota gue. mau ngungsi gak tahu kemana, mau minta bantuan Cuma di kasih masker, mau nutup idung entar mati. jadi, kayak berurusan dengan cewek. ada aja salahnya. Apa lagi setiap malam, gue harus nonton televisi berbarengan dengan nyamuk-nyamuk. Katanya sih, mereka lagi ngungsi dari asap. Buat gue gak masalah kalau hanya ngungsi. Tapi gak harus nyedot darah sama nyanyi-nyanyi di telingah gue. sejak kabut asap ini, gue dan seluruh makhluk berhidung merasakan dampaknya. Lebih kasihan lagi. hutan-hutan yang dibakar meninggalkan sisa kebakaran berupa hewan-hewan yang tidak bersalah mati sia-sia. 
            Lalu, suatu malam. Gue kepikiran buat nelepon presiden. tapi gue sadar, kalau gue gak punya pulsa. Jadi, akhirnya gue nulis surat untuk presiden. Rencananya gue mau minta pendapat.


Kepada
Yth Bapak
Presiden
di tempat.

Dengan hormat,

Selamat malam pak, apa kabar? saya harap bapak baik-baik saja. kalau saya?, jangan di tanya pak. Tentu saja saya tidak baik. Saya yakin kalau bapak sibuk sekali. Bahkan bapak pasti tidak pernah nonton acara saya-kan? tentu saja, karena saya tidak pernah masuk televisi. Bapak sudah tahu kalau film Sinchan sudah tidak di tayangin lagi. pada hal, dulunya saya sering nonton itu. Tapi entah kenapa di zaman sakarang ini film kartun banyak yang di larang tayang karena merusak moral. Tapi sinetron cinta-cinta malah di perbanyak. Apa bapak bingung? sama, saya juga. wah!, ternyata kita punya kesamaan.

            Bapak masih bingung? apa lagi saya. sebelumnya saya tidak pernah membuat surat. Kecuali, surat cinta buat senior. Itupun karena di paksa ketika OSPEK. Jadi, maksud saya membuat surat ini adalah mau minta pendapat bapak dengan bencana di kota saya. menurut bapak bagaimana? Saya rasa bapak pasti tahu-kan kota saya. itu, kota yang kini diselimuti asap yang tebal. Bahkan nyamuk-nyamuk saja sampai ngungsi kerumah saya. kalau nyamuk saja ngungsi kerumah saya. terus saya harus ngungsi kemana? Apa kerumah bapak? Tapi tidak perlu-lah pak, entar saya jadi malas pulang. Saya dengar bapak juga sempat mampir ke kota saya. tapi kenapa bapak hanya melihat-lihat saja. bahkan bapak tidak memakai masker. Apa asapnya seharum sate yang lagi dibakar atau bapak sudah kebal terhadap asap? Kalau kebal, bagi tips agar tahan terhadap asap. Masalahnya paru-paru saya ini tidak bisa bertahan lama kalau harus terus menghirup udara yang hampir sepenuhnya adalah asap. Tidak bisa dibayanginkan ya pak. apa lagi saya.

            Bapak kenal rafi ahmad? Itu artis yang sering nongol di televisi. Dia itu artis yang paling banyak di sorot oleh media karena dia seorang artis yang terkenal dengan banyak acara yang ia bawakan. Bapak pasti kenal kan? Saya yakin bapak kenal. Tapi apakan bapak kenal dengan kota-kota yang kini juga sering di beritakan di berbagai media karena terkena bencana asap? Oh! Iya, saya lupa. Kalau bapak selalu sibuk. Jadi, sebenarnya bapak sibuk kenapa? Apa bencana di kota saya tidak masuk kedalam daftar kesibukan bapak? Menurut bapak rafi ahmad itu ganteng gak?. Eh! Maaf pertanyaan saya ngelantur. Jadi, kota tempat tinggal saya apakah berhak di asapin. Soalnya ini kota pak, bukan ikan. Kalau ikan atau sate mah gak apa. Saya sendiri suka sama asap. Tapi asap orang yang lagi bakar sate.  Harumnya itu luar biasa. Pernah nyoba menghirup asap orang yang lagi bakar sate pak? enggak ya, oh tidak masalah. Tapi baunya nikmat banget pak. beda dengan asap yang kini menyerang kota saya. lima menit aja bapak hirup. Lubang idung terasa mau nutup. Beneran pak. coba main kesini.

            Kini saya sudah tidak bisa melihat langit biru, embun pagi, atau tetangga nyuci. Kabut mengiringi setiap langkah masyarakat di kota saya. saya yakin, setiap pagi embun selalu membasahi kaca mobil bapak. Tapi kami disini, setiap pagi selalu di kotori oleh debu dari asap kebakaran hutan. Kalau bapak kira saya yang punya kebun dan hutan yang terbakar? Bapak salah. Saya dan banyak masyarakat lain tidak memiliki kebun atau hutan yang terbakar itu. saya hanya memiliki apa yang ada, udara segar, langit biru dan terpaan cahaya matahari yang menyinari siang, sampai membuat kulit saya belang. Kebakaran itu dilakukan oleh manusia yang egois. Untungnya sendiri ruginya berbagi. Jadi, apakah bapak di pihak saya? Atau di pihak manusia kaya perusak alam yang membakar hanya untuk kepentingan pribadi? Saya sarankan lebih baik ikut saya aja pak. saya dan seluruh masyarakat di kota saya tidak mau mati secara slow motion, perlahan-lahan gitu. Menghirup asap secara terus menerus. Apakah bencana asap ini sudah bisa dikatakan bencana nasional? kapan bencana ini dapat terselesaikan? Jangan tanya balik pak, saya juga gak tahu. jangan tunggu kami berevolusi menjadi makhluk baru yang hanya hidup di udara yang berasap. Gak lucu juga. nanti paru-paru kami berubah menjadi paru-paru setengah insang setengah trakea. Terus kami berjalan kayak zombi kenak asam urat. Lalu teriak-teriak “kemana presiden... kemana udara segar.... kemana rafi ahmad dan nagita bulan madu....”.

            Sekian surat dari saya, semoga bisa menjadi bahan pertimbangan sekaligus informasi untuk setiap kebijakan di negera ini. saya yakin bapak tidak kenal dengan saya. tentu saja, saya hanya masyarakat biasa. Kemana-mana pergi naik motor, kalau habis bensin saya jalan. Kalau lapar saya makan, kalau ngantuk saya tidur. kalau bapak saya yakin jarang tidur, karena bapak selalu sibuk. Saya juga, tugas kuliah gak berhenti-henti datang. semakin di buat semakin banyak. Saya sendiri heran. Maaf jadi curhat!.

Satu hal lagi, apa bapak tahu alamat penerbit buku?
kalau tau kasih tau saya ya pak.


Hormat saya,
Azka Merkuri
Warga negara yang baik, ganteng, peduli, dan cinta damai
           
           
             


            

No comments:

Post a Comment

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...